Madduta
(pinangan/lamaran)
Proses ini
dimulai dengan datangnya wakil dari keluarga laki-laki kepada pihak perempuan.
biasanya dalam proses ini terjadi dialog tentang hal-hal yang berkanaan dengan
upacar pernikahan yang dimaksud. Diawali dengan menanyakan apakah si perempuan
masih available atau tidak. jika masih, akan dilanjutkan dengan prosesi
lamaran yang biasanya membicarakan tentang berapa besar mahar dan uang pesta
yang akan diberikan oleh pihak laki-laki. Proses ini biasanya cukup alot,
bahkan tak jarang harus ada aksi rampu kawali atau cabuk badik dalam
negosiasinya.
Mappaisseng atau Madduppa (undangan)
Ini merupakan proses “mengundang” para keluarga
/ kerabat dekat untuk hadir dalam acara pernikahan yang akan dilangsungkan.
Yang unik disini adalah pihak calon mempelai akan mengirimkan beberapa
utusannya yang disebut padduppa untuk menyampaikan secara lisan perihal
rencana pernikahan. Para utusan ini biasanya mengenakan pakaian adat Bugis yang
disebut Baju Bodo atau Baju Tokko. Kebiasaan ini masih berlanjut
sampai sekarang, meski telah ada undangan atau sms sekalipun. Hanya saja mereka
tidak lagi mengenakan baju adat meski masih mengenakan kain sarung.
Mappacci (acara pemakaian pacar/haina/inang).
Proses ini biasanya diawali dengan pembacaan
kitab “barzanji”, yang nantinya akan diikuti oleh prosesi pemberian bedak
(didandani) kepada mempelai. Upacara
adat ini dilaksanakan pada malam tudampenni, yaitu malam menjelang akad
nikah/ijab kabul. Tradisi Mappacci merupakan salah satu upacara adat
Bugis yang dalam pelaksanaannya menggunakan daun pacar (lawsania alba), atau
Pacci. Sebelum kegiatan ini dilakukan, diadakan mappanre temme’ (khataman
Qur’an) dan pembacaan Barzanji. Daun pacci dikaitkan dengan kata paccing
yang bermakna kebersihan dan kesucian. Dengan demikian pelaksanaan ritual ini
mengandung makna akan kebersihan raga dan kesucian jiwa. Sebagaimana tertera
dalam ungkapan bahasa Bugis yang mengatakan bahwa: