Sunday, December 22, 2013

Awal Masuknya Islam di Indonesia

Awal Masuknya Islam di Indonesia

4 Desember 2013 pukul 5:34
PROSES MASUK DAN  BERKEMBANGNYA ISLAM DI INDONESIA



1.    Teori Masuknya Islam di Indonesia
A.    Teori Gujarat
Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan
pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
1.    Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran
Islam di Indonesia.
2.    Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia –
Cambay – Timur Tengah – Eropa.
3.    Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang
bercorak khas Gujarat.
Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard
H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya
pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai.
Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah
singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah
banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang
menyebarkan ajaran Islam.

B.    Teori Makkah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama
yaitu teori Gujarat.
Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan
pembawanya berasal dari Arab (Mesir).
Dasar teori ini adalah:
1.    Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat
perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah
mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan
berita Cina.
2.    Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh
mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan
Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.
3.    Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal
dari Mesir.

Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli
yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik
Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang
berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.

C.    Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya
berasal dari Persia (Iran).
Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam
Indonesia seperti:
1.    Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein
cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di
Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut.
Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
2.    Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu
Al – Hallaj.
3.    Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tandatanda
bunyi Harakat.
4.    Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
5.    Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama
salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein
Jayadiningrat.
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).

2.    Tokoh-Tokoh Dalam Perkembangan Islam Di Indonesia
Proses penyebaran Islam di wilayah Nusantara tidak dapat dilepas dari peran aktif para ulama. Melalui merekalah Islam dapat diterima dengan baik dikalangan masyarakat. Di antara Ulama tersebut adalah sebagai berikut:

a.         Hamzah Fansuri
Ia hidup pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda sekitar tahun 1590. Pengembaraan intelektualnya tidak hanya di Fansur-Aceh, tetapi juga ke India, Persia, Mekkah dan Madinah. Dalam pengembaraan itu ia sempat mempelajari ilmu fiqh, tauhid, tasawuf, dan sastra Arab.

b.        Syaikh Muhammad Yusuf Al-Makasari
Beliau lahir di Moncong Loe, Gowa, Sulawesi Selatan pada tanggal 3 Juli 1626 M/1037 H. Ia memperoleh pengetahuan Islam dari banyak guru, di antaranya yaitu; Sayid Ba Alwi bin Abdullah Al-‘allaham (orang Arab yang menetap di Bontoala), Syaikh Nuruddin Ar-Raniri (Aceh), Muhammad bin Wajih As-Sa’di Al-Yamani (Yaman), Ayub bin Ahmad bin Ayub Ad-Dimisqi Al-Khalwati (Damaskus), dan lain sebagainya.

c.         Syaikh Abdussamad Al-Palimbani
Ia merupakan salah seorang ulama terkenal yang berasal dari Sumatra Selatan. Ayahnya adalah seorang Sayid dari San’a, Yaman. Ia dikirim ayahnya ke Timur Tengah untuk belajar. Di antara ulama sezaman yang sempat bertemu dengan beliau adalah; Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Abdul Wahab Bugis, Abdurrahman Bugis Al-Batawi dan Daud Al-Tatani.

d.        Syaikh Muhammad bin Umar n-Nawawi Al-Bantani
Beliau lahir di Tanar, Serang, Banten. Sejak kecil ia dan kedua saudaranya, Tamim dan Ahmad, di didik oleh ayahnya dalam bidang agama; ilmu nahwu, fiqh dan tafsir. Selain itu ia juga belajar dari Haji Sabal, ulama terkenal saat itu, dan dari Raden Haji Yusuf di Purwakarta Jawa Barat. Kemudian ia pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan menetap disana kurang lebih tiga tahun. Di Mekkah ia belajar Sayid Abmad bi Sayid Abdurrahman An-Nawawi, Sayid Ahmad Dimyati dan Sayid Ahmad Zaini Dahlan. Sedangkan di Madinah ia berguru kepada Syaikh Muhammad Khatib Sambas Al-Hambali. Selain itu ia juga mempunyai guru utama dari Mesir.
Pada tahun 1833 beliau kembali ke Banten. Dengan bekal pengetahuan agamanya ia banyak terlibat proses belajar mengajar dengan para pemuda di wilayahnya yang tertarik denga kepandaiannya.. tetapi ternyata beliau tidak betah tinggal di kampung halamannya. Karena itu pada tahun 1855 ia berangkat ke Haramain dan menetap disana hingga beliau wafat pada tahun 1897 M/1314 H.

e.         Wali Songo
Dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa terdapat sembilan orang ulama yang memiliki peran sangat besar. Mereka dikenal dengan sebutan wali songo.
Para wali ini umumnya tinggal di pantai utara Jawa sejak dari abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-16. Para wali menyebarkan Islam di Jawa di tiga wilayah penting, yaitu; Surabaya, Gresik dan Lamongan (Jawa Timur), Demak, Kudus dan Muria (Jawa Tengah), serta di Cirebon Jawa Barat. Wali Songo adalah para ulama yang menjadi pembaru masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru seperti, kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.

Adapun wali-wali tersebut yaitu:
  1. Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam di Jawa Timur.
  2. Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya.
  3. Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim, menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).
  4. Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu.
  5. Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik)
  6. Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus.
  7. Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaran Islam di daerah Demak.
  8. Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan islamnya di daerah  Gunung Muria.
  9. Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa Barat (Cirebon).

3.    Faktor-faktor Islam Cepatnya Meyebar di Indonesia pada awal masuknya.
  1. Agama Islam tidak sempit dan berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah ditiru oleh segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk agama Islam saja cukup dengan mengucap dua kalimah syahadat saja.
  2. Sedikit tugas dan kewajiban Islam
  3. Penyiaran Islam itu dilakukan dengan cara berangsur-angsur sedikit demi sedikit.
  4. Penyiaran Islam dilakukan dengan cara bijaksana.
  5. Penyiaran Islam dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum, dapat dimengerti oleh golongan bawah dan golongan atas.
4.    Konversi massal masyarakat Nusantara kepada Islam pada masa perdagangan terjadi karena beberapa sebab-sebab (Musrifah, 2005: 20-21), yaitu:
  1. Portilitas (siap pakai) sistem keimanan Islam.
  2. Asosiasi Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu dan berinteraksi dengan orang muslim pendatang di pelabuhan, mereka adalah pedagang yang kaya raya. Karena kekayaan dan kekuatan ekonomi, mereka bisa memainkan peranan penting dalam bidang politik dan diplomatik.
  3. Kejayaan militer. Orang muslim dipandang perkasa dan tangguh dalam  peperangan.
  4. Memperkenalkan tulisan. Agama Islam memperkenalkan tulisan ke berbagaiwilayah Asia Tenggara yang sebagian besar belum mengenal tulisan.
  5. Mengajarkan penghapalan Al-Qur’an. Hapalan menjadi sangat penting bagi penganut baru, khususnya untuk kepentingan ibadah, seperti sholat.
  6. Kepandaian dalam penyembuhan. Tradisi tentang konversi kepada Islamberhubungan dengan kepercayaan bahwa tokoh-tokoh Islam pandai menyembuhkan. Sebagai contoh, Raja Patani menjadi muslim setelah disembuhkan dari penyakitnya oleh seorang Syaikh dari Pasai.
  7. Pengajaran tentang moral. Islam menawarkan keselamatan dari berbagai kekuatan jahat dan kebahagiaan di akhirat kelak.

5.    Jalur atau cara yang digunakan adalah:
  1. Perdagangan, yang mempergunakan sarana pelayaran .
  2. Dakwah, yang dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama para      pedagang, para mubaligh itu bisa dikatakan sebagai sufi pengembara.
  3. Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang muslim, mubaligh dengananak bangsawan Indonesia, yang menyebabkan terbentuknya inti sosial yaitu keluarga muslim dan masyarakat muslim.
  4. Pendidikan. Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam.
  5. Kesenian. Jalur yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni.

Tarikh Islam- Kerajaan Islam di Indonesia
A.    Kerajaan Islam di Indonesia

1.    Kerajaan Perlak
Kerajaan Perlak adalah kerajaan Islam tertua di Indonesia yang berdiri pada tahun 840. Hal ini sesuai dengan bukti sejarah yaitu naskah-naskah tua berbahasa Melayu, seperti Idharatul Haq fi Mamlakatil Ferlah Wal Fasi, Kitab Tazkirah Thabakat Jumu Sultan As Salathin, serta Silsilah sultan-sultan Perlak dan Pasai.
Raja pertama dari kerajaan ini adalah Saiyid Abdul Aziz yang bergelar Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Shah (840-964). Kerajaan ini mengalami masa jaya pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat (1225-1263). Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat mengawinkan putrinya yang bernama Putri Ganggang Sari (Putri Raihani) dengan Sultan Malikul Saleh dari Samudra Pasai serta Putri Ratna Kumala dengan Raja Tumasik (Singapura) yakni Iskandar Syah yang kemudian bergelar Sultan Muhammad Syah.
Raja terakhir Kerajaan Perlak adalah Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat (1263-1292). Setelah beliau wafat, Kerajaan Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai oleh Muhammad Malikul Dhahir putra Sultan Malikul Saleh dengan Putri Ganggang Sari.
 Keberadaan Kerajaan Perlak ini dibuktikan dengan adanya penemuan mata uang Perlak, yang terbuat dari emas (dirham), dari perak (kupang) dan dari tembaga atau kuningan.

2.    Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai didirikan abad ke-13 oleh Sultan Malik As Saleh yang terletak di sebelah utara Perlak, Lhok Seumawe (sekarang pantai timur Aceh), berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Setelah Sultan Malik As Saleh wafat tahun 1297, beliau digantikan putra-putranya, yaitu: Sultan Muhammad (Sultan Malik al Tahir I) tahun 1297-1326; Sultan Ahmad (Sultan Malik al Zahir) tahun 1326-1348; Sultan Zainal Abidin tahun 1348.
Bukti keberadaan kerajaan ini yaitu adanya catatan Ibnu Battuta (Maroko) tahun 1345, yang mencatat bahwa Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan dagang yang makmur. Banyak pedagang dari Jawa, Cina, dan India yang datang ke sana. Hal ini mengingat letak Samudera Pasai yang strategis di Selat Malaka. Mata uangnya uang emas yang disebut deureuham (dirham).

3.    Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh semula merupakan wilayah Kerajaan Pedir. Kerajaan Aceh berkembang setelah Kerajaan Samudra Pasai mengalami kemunduran dan Malaka dikuasai oleh Portugis. Atas usaha Sultan Ali Mughayat Syah, Aceh melepaskan diri dari Kerajaan Pedir. Setelah berkuasa pusat pemerintahannya dipindah ke Kutaraja (Banda Aceh).
Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Aceh antara lain: Sultan Ali Mughayat Syah (1513-1528). Kemudian diganti oleh Sultan Alaudin Riayat Syah (1537-1568). Pada masa pemerintahannya, pernah melakukan penyerangan terhadap Portugis. Kerajaan Aceh mengalami kemajuan pada saat pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636).
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, hidup ulama besar yaitu Hamzah Fansuri, Syamsuddin As Sumtrani, Nuruddin Ar Raniri, dan Abdurrauf. Keempat ulama ini sangat berpengaruh bukan hanya di Aceh tetapi juga sampai ke Jawa. Pada masa pemerintahannya, Sultan Iskandar Muda menciptakan buku Undang-undang Hukum Mahkota Alam.
Setelah wafat, Sultan Iskandar Muda digantikan Sultan Iskandar Thani (1636-1641). Setelah Sultan Iskandar Thani wafat, Kerajaan Aceh mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan karena tidak ada pemimpin yang mampu mengendalikan Aceh sepeninggal beliau. Selain itu, banyak daerah yang dikuasai Aceh melepaskan diri dan terjadinya pertikaian yang terus-menerus.

4.    Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang didirikan oleh Raden Patah atas bantuan para wali. Raden Patah berkuasa pada tahun 1500-1518 yang bergelar Sultan Alam Akhbar al Fatah. Raden Patah putra dari Raja Brawijaya V, raja Majapahit yang dalam beberapa sumber sejarah disebutkan kemungkinan telah masuk Islam. Demak cepat berkembang sebagai kerajaan besar karena letaknya yang strategis (di daerah pantai), sehingga mudah berhubungan dengan dunia luar. Selain itu, Demak mempunyai beberapa pelabuhan seperti Jepara, Tuban, dan Gresik.
Pada masa pemerintahan Raden Patah tepatnya tahun 1513, Demak melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka (ekspedisi militer I) di bawah pimpinan menantunya seorang keturunan Persia yang bernama Abdul Qadir bin Muhammad Yunus. Yang karena menjadi Adipati Jepara diberi gelar Adipati bin Yunus kemudian masyarakat biasa memanggilnya Pati Unus.
Raja yang memerintah Kerajaan Demak setelah Raden Patah antara lain:

a.    Pati Unus
Setelah wafat, Raden Patah digantikan oleh Pati Unus, sesuai dengan wasiat yang diberikan oleh Raden Patah. Pati Unus berkuasa menggantikan mertuanya hanya tiga tahun yaitu tahun 1518-1521, karena ia meninggal dalam memimpin ekspedisi militer II untuk menyerang Portugis, walaupun ia sudah diangkat menjadi sultan Demak. Pati Unus dikenal sebagai Pangeran Sabrang Lor, karena jasanya yang melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka walau penyerangan tersebut mengalami kegagalan tetapi menimbulkan korban jiwa yang sangat besar dari pihak Portugis. Setelah Pati Unus wafat, terjadi perebutan kekuasaan antara Raden Kikin dan Pangeran Trenggana (keduanya putra dari Raden Patah), yang berujung dengan dibunuhnya Raden Kikin oleh Raden Mukmin di pinggir sungai sehingga beliau dijuluki Pangeran Sekar Sedo ing Lepen (Pati Unus sebenarnya mempunyai 3 anak tetapi 2 diantaranya gugur dalam penyerangan ke Malaka dan seorang lagi tidak kembali ke Demak, karena terjadi perebutan tahta di Demak dan menjadi penasehat Kesultanan Banten).

b.    Sultan Trenggana
Sultan Trenggana berkuasa dari tahun 1521-1546. Pada masa pemerintahannya, ia memerintahkan Panglima perangnya yang bernama Fatahillah guna mengusir Portugis dari Sunda Kelapa, Banten dan Cirebon pada tahun 1522. Atas prakarsa Fatahillah, nama Sunda Kelapa diubah menjadi Jayakarta (Jakarta). Sultan Trenggana wafat pada saat penyerangan ke Pasuruan pada tahun 1546.
Sepeninggalnya, di kerajaan Demak terjadi perebutan kekuasaan lagi. Perselisihan itu timbul antara Arya Penangsang (putra Raden Kikin) dan sultan Demak, Raden Mukmin yang bergelar Sunan Prawoto (putra Sultan Trenggana). Perselisihan itu mengakibatkan Sunan Prawoto dibunuh oleh Rangkut orang suruhan dari Arya Penangsang (anak Pangeran Sekar Sedo ing Lepen). Setelah naik tahta, kembali terjadi perebutan kekuasaan sehingga Arya Penangsang meninggal dalam perang dengan pasukan Jaka Tingkir, Adipati Pajang, (menantu Sultan Trenggana) pada tahun 1568. Jaka Tingkir menjadi raja tahun 1549-1587, yang bergelar Sultan Hadiwijaya. Kemudian Sultan Hadiwijaya memindahkan pusat pemerintahan dari Demak ke Pajang.

5.    Kerajaan Pajang
Jaka Tingkir yang bergelar Sultan Hadiwijaya setelah naik tahta tidak serta merta melupakan para pembantunya yang telah berjasa dalam membantu mengalahkan Arya Penangsang. Misalnya Ki Ageng Pemanahan dihadiahi tanah di Mataram (Yogyakarta), setelah wafat kedudukannya digantikan anaknya yaitu Sutawijaya. Ki Penjawi dihadiahi wilayah di daerah Pati. Bupati Surabaya diangkat sebagai wakil raja dengan daerah kekuasaan Sedayu, Gresik, Surabaya, dan Panarukan.
Sultan Hadiwijaya wafat pada tahun 1582, dan kedudukannya digantikan putranya yakni Pangeran Benawa. Saat Pangeran Benawa berkuasa, putra Sunan Prawoto yakni Arya Pangiri melakukan pemberontakan. Akan tetapi pemberontakan itu dapat dipadamkan Pangeran Benawa dengan bantuan Sutawijaya. Saat berkuasa Pangeran Benawa tidak dapat menggantikan kedudukan ayahnya dengan baik sebagai raja. Oleh karena itu Pangeran Benawa menyerahkan tahtanya kepada Sutawijaya yang pada waktu itu menjabat sebagai Adipati Mataram. Setelah menjabat sebagai raja, pada tahun 1586 Sutawijaya memindahkan Kerajaan Pajang ke Mataram.

6.    Kerajaan Mataram Islam
Setelah Kerajaan Pajang dipindah ke Mataram oleh Sutawijaya, maka Mataram menjadi kerajaan sendiri. Sutawijaya menjadi raja tahun 1586-1601 yang bergelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Pada masa pemerintahannya banyak terjadi pemberontakan, seperti pemberontakan Bupati Madiun, Ponorogo, Demak, Surabaya, Kediri yang ingin memisahkan diri. Hal ini disebabkan Senopati telah mengangkat dirinya sebagai Raja Mataram. Padahal, pengangkatan dan pengesahan sebagai raja di wilayah Jawa biasanya dilakukan oleh wali.
Setelah Panembahan Senopati wafat, kedudukannya digantikan oleh putranya yaitu Mas Jolang (1601-1613) yang bergelar Sultan Anyakrawati. Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan, seperti pemberontakan Pangeran Puger (Demak) tahun 1602-1605 dan Pengeran Jayaraga (Ponorogo) tahun 1608. Sultan Anyakrawati wafat dalam pertempuran di daerah Krapyak, sehingga sering dikenal dengan sebutan Pangeran Sedo Ing Krapyak.
Kedudukan Mas Jolang digantikan oleh Mas Rangsang (1613-1645) yang bergelar Sultan Agung Senopati ing Alogo Ngabdurracham Kalifatullah. Pada masa pemerintahannya Mataram mengalami zaman keemasan. Kemajuan dibidang sosial budaya yaitu: lahirnya Undang-Undang Surya Alam, Penanggalan Jawa (perpaduan antara Tarikh Saka dan Tarikh Hijriyah), dan beberapa buku karya sastra gending. Sultan Agung pernah melakukan penyerang terhadap VOC di Batavia pada tahun 1628 dan 1629, akan tetapi penyerangan tersebut mengalami kegagalan. Sultan Agung dalam menjalankan sistem pemerintahannya membagi dalam:
1.    Kutanegara, daerah pusat keraton. Pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh Patih Lebet (Patih Dalam) yang dibantu Wedana Lebet (Wedana Dalam).
2.    Negara Agung, daerah sekitar Kutanegara. Pelaksanaan pemerintahan dipegang Patih Jawi (Patih Luar) yang dibantu Wedana Jawi (Wedana Luar).
3.    Mancanegara, daerah di luar negara Agung. Pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh para Bupati.
4.    Pesisir, daerah pesisir. Pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh para Bupati atau Syahbandar.
Setelah Sultan Agung wafat kedudukannya digantikan Amangkurat I (1645-1677). Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan yang dilakukan Trunojoyo dari Madura, hal ini disebabkan Amangkurat I menjalin hubungan dengan Belanda. Dan pemberontakan itu dapat dipadamkan karena bantuan Belanda.
Setelah Amangkurat I wafat, kedudukannya digantikan Amangkurat II (1677-1703). Pada masa pemerintahannya itu wilayah Mataram semakin sempit, karena diambil oleh Belanda. Sehingga raja-raja yang berkuasa setelah Amangkurat II tidak mampu menahan pengaruh Belanda yang semakin kuat. Pada tahun 1755, diadakan Perjanjian Giyanti yang mengakibatkan Mataram terpecah menjadi dua yaitu:
1.    Ngayogyakarta Hadiningrat yang berpusat di Yogyakarta dengan Raja Mangkubumi yang bergelar Hamengku Buwono I.
2.    Kesuhunan Surakarta yang berpusat di Surakarta dengan Raja Susuhunan Pakubuwono III.

7.    Kerajaan Cirebon
Dalam salah satu sumber sejarah peletak dasar-dasar Kerajaan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Kemudian setelah beliau wafat kekuasaan Cirebon diserahkan kepada menantunya yang bernama Fadhulah Khan (dalam aksen Portugis menjadi Faletehan) yang mana setelah berhasil merebut Sunda Kelapa dari Portugis diberi gelar Fatahillah yang berarti Kemenangan Allah. Fatahillah sebelumnya adalah abdi dari Kerajaan Demak. Beliau diberi tugas oleh Sultan Trenggana di Sunda Kelapa, Banten dan Cirebon untuk mengusir Portugis dari wilayah tersebut.
Tahun 1679, Cirebon terpaksa dibagi dua yaitu Kasepuhan dan Kanoman. Waktu itu VOC sudah bercokol kuat di Batavia. Dengan politik Devide at Impera, Kesultanan Kanoman di bagi dua, yakni Kasultanan Kanoman dan Kacirebonan. Dengan demikian kekuasaan Cirebon terbagi menjadi 3, yakni Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan.

8.    Kerajaan Banten
Semenjak menjadi kerajaan merdeka yang terlepas dari Kerajaan Demak, Kerajaan Banten mengalami kemajuan yang pesat begitu juga dengan agama Islam. Raja pertama Kerajaan Banten yaitu Sultan Hasanuddin (1552-1570), putra tertua dari Fatahillah.
Adapun raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Banten setelah Sultan Hasanudin yaitu Panembahan Yusuf (1570-1580); Maulana Muhammad (1580-1596); Abu Mufakhir (1596-1640); Abu Mu’ali Ahmad Rahmatullah (1640-1651); Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682).
Kerajaan Banten mencapai masa kejayaan di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Pada masa pemerintahannya, terjadi penyerangan terhadap VOC sebanyak tiga kali. Dengan siasat Devide at Impera, Sultan Ageng Tirtayasa diadu domba dengan putranya sendiri yaitu Sultan Haji. Akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa dapat ditangkap dan diasingkan hingga wafat. Penggantinya, Sultan Haji memiliki kedekatan yang dekat dengan VOC, sehingga VOC dapat menguasai Banten.

9.    Kerajaan Makassar
Kerajaan Makassar merupakan kerajaan gabungan antara Kerajaan Gowa dan Tallo dengan ibukotanya di Sombaopu. Raja Gowa, Daeng Manrabia menjadi Raja Makassar pertama yang bergelar Sultan Alauddin, sementara Raja Tallo, Kraeng Mantoaya menjadi Perdana Menteri yang bergelar Sultan Abdullah. Pada masa pemerintahan Sultan Alauddin, agama Islam masuk dan berkembang di Makassar. Pengganti Sultan Alauddin ialah Sultan Muhammad Said (1639-1653). Kemudian Sultan Muhammad Said diganti putranya bernama Sultan Hasanuddin (1653-1669) yang dijuluki Ayam Jantan dari Timur.
Kerajaan Makassar mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin. Kerajaan Makassar memiliki pelaut-pelaut yang tangguh terutama dari daerah Bugis. Mereka inilah yang memperkuat barisan pertahanan laut Makassar. Karena memiliki pelaut-pelaut yang tangguh dan terletak di pintu masuk jalur perdagangan Indonesia Timur, disusunlah Ade'Allapialing Bicarana Pabbalri'e, sebuah tata hukum niaga dan perniagaan dari sebuah naskah lontar yang ditulis oleh Amanna Gappa.
Karena ketakutan Belanda, maka Belanda menyerang Kerajaan Makassar dengan bantuan Raja Bone yaitu Aru Palaka. Dan akhirnya pada tahun 1667, Belanda dapat memaksa Sultan Hasanuddin untuk menandatangani Perjanjian Bongaya. Isi dari Perjanjian Bongaya yaitu: Belanda memperoleh monopoli dagang rempah-rempah di Makassar; Belanda mendirikan benteng pertahanan di Makassar; Makassar harus melepaskan daerah kekuasaannya berupa daerah di luar Makassar; Aru Palaka diakui sebagai Raja Bone. Kemudian Sultan Hasanuddin diganti oleh Mapasomba. Tetapi Mapasomba berkuasa tidak terlalu lama karena adanya pengaruh Belanda yang besar. Akhirnya seluruh Sulawasi Selatan dapat dikuasai Belanda.

10.    Kerajaan Ternate
Kerajaan Ternate terletak di Maluku Utara dengan ibukota di Sampalu. Raja pertama Kerajaan Ternate adalah Gapi Buta dan setelah masuk Islam berganti nama menjadi Zainal Abidin yang berkuasa dari 1486-1500. Setelah wafat kedudukannya digantikan oleh Sultan Marhum. Kerajaan Ternate dapat berkembang pesat karena hasil buminya yang berupa rempah-rempah terutama cengkeh. Kerajaan Ternate mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Baabullah (1570-1583) di mana kekuasaannya mencapai Filipina.

11.    Kerajaan Tidore
Kerajaan Tidore terletak di sebelah selatan Kerajaan Ternate. Kerajaan Tidore dan Ternate semula hidup rukun dan damai. Akan tetapi, ketika Portugis dan Spanyol mulai datang ke Maluku, Ternate dan Tidore saling bermusuhan karena diadu domba oleh Portugis. Namun akhirnya kedua kerajaan tersebut bersatu mengusir Portugis. Raja Tidore yang terkenal adalah Sultan Nuku.
Ketika kerajaan Ternate dan Tidore saling bermusuhan, muncul dua persekutuan dagang yakni Uli Lima dipimpin oleh Ternate dengan anggota Ambon, Bacan, Obi, dan Seram. Dan Uli Siwa dipimpin oleh Tidore dengan anggota Makean, Halmahera, Kai, dan pulau-pulau lain hingga ke Papua bagian barat.

12.    Kerajaan Banjar
Atas bantuan dari Kerajaan Demak, Pangeran Tumenggung Samudra dapat menjadi Raja Banjar. Setelah masuk Islam, Pangeran Tumenggung Samudra berganti nama menjadi Sultan Suryanullah. Selain Sultan Suryanullah, tokoh yang berperan mengembangkan Islam di wilayah ini diantaranya Datuk Ri Bandang, Tuan Tunggang Parangan, dan Aji di Langgar. Kerajaan Banjar mencapai masa kejayaan pada masa pemerintahan Pangeran Antasari yang sangat anti terhadap penjajahan Belanda.


B.    Peninggalan-peninggalan sejarah bercorak Islam
1.    Masjid
Beberapa hal yang menarik dan menjadi corak khas bangunan masjid-masjid kuno di Indonesia adalah sebagai berikut:
a.    Sebagian besar atap masjid beratap tumpang (atap yang tersusun semakin ke atas semakin kecil, dan yang paling atas berbentuk limas).
b.    Letak masjid tepat di tengah-tengah kota atau dekat dengan istana dan di kiri atau kanan masjid terdapat menara sebagai tempat menyerukan panggilan salat (azan).
c.    Di sekitar masjid (kecuali bagian barat) biasanya terdapat tanah lapang (alun-alun).
Ada pun contoh peninggalan masjid masa kerajaan Islam diantaranya adalah Masjid Kudus, Masjid Demak dan Masjid Banten.

2.    Keraton
Keraton merupakan tempat raja beserta keluarganya tinggal. Keraton dibangun sebagai lambang pusat kekuasaan pemerintahan. Bangunan keraton biasanya dikelilingi pagar tembok, parit, atau sungai kecil buatan. Contoh Keraton Samudera Pasai, Banten, Cirebon, dan Mataram.
Keraton dengan corak Islam diantaranya Keraton Kesultanan Aceh, Demak, Kasepuhan dan Kanoman di Cirebon, Banten, Yogyakarta, Surakarta, dan sebagainya.

3.    Nisan
Nisan adalah tonggak pendek yang ditanam di atas gundukan tanah yang berfungsi sebagai tanda makam seseorang yang sudah meninggal dunia. Selain itu nisan juga berisi tentang keterangan-keterangan atau identitas dan biodata seseorang yang dimakamkan di tempat itu.

4.    Karya sastra dari ulama
Peninggalan karya sastra bercorak Islam di Indonesia dapat dibagi ke dalam empat kelompok yaitu:
a.    Hikayat, yaitu karya sastra berupa cerita atau dongeng yang menceritakan tentang kehidupan manusia. Contoh: Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Jauhar Manikam, dan sebagainya.
b.    Babad, yaitu cerita sejarah tetapi banyak bercampur dengan mitos dan kepercayaan masyarakat yang kadang tidak masuk akal. Contoh: Babad Tanah Jawi, Babad Caruban, Babad Giyanti dan sebagainya.
c.    Syair, yaitu puisi lama yang tiap-tiap baitnya terdiri dari empat baris yang berakhir dengan bunyi yang sama. Contoh: Syair Perahu, Syair Si Burung Pingai, Syair Abdul Muluk, dan sebagainya.
d.    Suluk, yaitu kitab-kitab yang membentangkan soal-soal tasawuf. Kitab Suluk merupakan karya sastra tertua peninggalan kerajaan Islam di nusantara. Contoh: Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang, Suluk Sukarsa dan sebagainya.

5.    Kaligrafi
Kaligrafi adalah seni menulis indah dengan merangkaikan huruf-huruf Arab, baik berupa ayat-ayat suci Al Qur'an ataupun kata-kata mutiara. Seni kaligrafi biasanya dituangkan pada masjid atau makam. Letak bagian masjid yang mendapat ukir-ukiran umumnya hanya pada bagian mimbar.

By Pa' Boed....

Wednesday, December 18, 2013

Soulmate



“You are my soulmate. Kaulah belahan jiwaku”. Kita pasti sering mendengar ungkapan di atas. Soulmate adalah sebuah istilah yang kerap digunakan oleh seseorang yang sedang dimabuk cinta untuk pasangannya.
Soulmate berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata, yaitu soul dan mate. Soul berarti jiwa, mate berarti pasangan. Jika digabungkan berarti pasangan jiwa. Namun dari segi istilah, di Indonesia dapat diartikan sebagai belahan jiwa. Namun ada cerita lucu yang berkaitan dengan asal mula lahirnya istilah soulmate atau belahan jiwa. Disebutkan bahwa seorang filsuf Yunani ternama yang kita kenal bernama Plato adalah yang pertama menggunakan istilah ini (soulmate).
Menurut Plato dahulu pada jaman Yunani Kuno tatkala bangsa Yunani masih hidup di jaman dewa-dewi, manusia saat itu hanya terdiri dari satu jenis saja. Artinya tidak ada pria maupun wanita. Hanya ada satu jenis sosok manusia yang memiliki empat lengan, empat kaki, dan dua kepala (eits!, jangan dibayangkan). Yah, seperti kita ketahui, terutama bagi kalian yang suka menonton film-film fiksi berlatar jaman Yunani Kuno seperti Hercules, Perseus, Xena, pasti tidak asing dengan karakter-karakter monster mengerikan dengan gambaran raksasa, manusia setengah kuda, bermata satu, berkepala empat dan serupanya.
Dengan memiliki dua kepala otomatis membuat mereka cenderung lebih cerdas (punya dua otak), lebih kuat (punya empat lengan) dan lebih cepat (empat kaki). Nah, melihat kondisi ini, Zeus sebagai ketua para dewa Yunani atau bisa dikatakan Tuhan mereka merasa agak terancam dengan kekuatan manusia ini. Sehingga Zeus pun melakukan suatu terobosan untuk meminimalisir kekuatan manusia ini. Zeus membelah setiap manusia tadi menjadi dua bagian yang masing-masing memiliki satu kepala, dua lengan, dua kaki dan setiap belahan memiliki jenis kelamin yang berbeda, pria dan wanita. Persis seperti kondisi manusia saat ini.
Nah, inilah yang kemudian menjadi alasan Plato dengan istilah Belahan Jiwa – nya. Hingga istilah belahan jiwa atau soulmate menjadi sangat populer seperti saat ini. Setiap manusia pria dan wanita yang dilahirkan ke dunia akan dipertemukan kembali dengan pasangannya atau belahan jiwanya masing-masing (baca: jodohnya).
Yah, apapun cerita di balik terciptanya istilah soulmate, percaya atau tidak percaya, sebenarnya soulmate atau belahan jiwa hanya sebuah istilah untuk menggembarkan bagaimana kita menganggap seseorang yang sangat dekat dan sangat kita cintai, kita sayangi sehingga kita merasa bahwa mereka adalah bagian dari diri kita. Tidak ada satupun manusia yang tahu persis siapa belahan jiwanya, siapa jodohnya. Tuhanlah yang Maha Tahu segalanya. Kita manusia hanya mampu berusaha menemukan seseorang yang dirasa pas dengan kita. Semuanya tentu kembali kepada kita masing-masing bagaimana cara kita menemukannya.

By Aszhe





Monday, December 2, 2013

Drakula

Drakula 


“Aku telah membunuh hampir semua orang, laki-laki dan perempuan, tua dan muda … Kami membunuh 23.884 orang Turki dan Bulgaria tanpa menghitung mereka yang kami bakar di rumahnya atau yang kepalanya yang langsung dipenggal oleh tentara kami…” (Drakula, dalam sebuah surat kepada Matthias Corvinus—rivalnya).

Ketika Sultan Mehmet melihat hutan-hutan gundul yang busuk di kejauhan, ia segera menyadari kengerian apa yang tengah menghampirnya. Mereka begitu dekat ke tujuan mereka, ibukota Wallachia dari Târgovişte, tapi angka pasukan di kavaleri semakin tidak jelas, susah, diatur dan infanteri merasa sakit. Ketika itu ia menyadari, ia sudah melewati 20.000 mayat, laki-laki, perempuan dan anak-anak, semua korban Drakula di musim dingin 1462.

Sebagai seorang yang mengerti tentang Islam, dia bergerak bebas di lingkungan kamp Ottoman. Ia menjadi seorang Turki tanpa diketahui. Akibatnya, sangat mematikan bagi umat Islam. Drakula memasuki Serbia dengan anak buahnya berpakaian sebagai Sipahis Turki dan membantai semua penduduk Muslim di sebuah desa, dan orang-orang non-Muslim menunjukkan kepadanya dimana saja Muslim di desa itu.

Tujuannya adalah meninggalkan kenang-kenangan mengerikan untuk Sultan Mehmet yang akan segera mengambil ibukota mereka. Mereka mendirikan monumen ini sebagai alarm untuk Sultan dan meneror pasukannya dengan harapan bahwa Sultan dan pasukannya mungkin berbalik dan mundur kembali ke barak.

Yang luar biasa adalah bahwa tidak ada catatan desersi massa apapun soal tentara Ottoman setelah menyaksikan ini. Namun, beberapa sejarawan menyimpulkan bahwa Sultan Mehmet II kehilangan selera untuk memburu ‘vampir’ setelah invasi Wallachia ini, dan meninggalkan tugas hingga satu-satunya tujuan adalah memburu Drakula dan membunuhnya.





Sunday, May 19, 2013

Badan Standar Nasional Pendidikan


STANDAR PENILAIAN BADAN STANDAR
NASIONAL PENDIDIKAN (BSNP)

PENDAHULUAN

Apakah Anda telah melakukan pencermatan terhadap Peraturan  Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan (PP-SNP)?  PP ini disyahkan oleh Presiden, dan  bersama dengan itu 15 orang anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang diberi tugas mengimplementasikan PP-SNP tersebut juga sudah dilantik oleh Menteri Pendidikan Nasional. Standar Nasional Pendidikan disusun agar dapat dijadikan Kriteria Minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Dalam Pasal 1 ayat (17) Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Yungto Pasal 1 Ayat (1) PP No. 19 2005 dinyatakan bahwa lingkup dari Standar Nasional Pendidikan meliputi  8 standar yaitu:  (1)  standar isi,  (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian.
           Standar penilaian merupakan salah satu bagian dari Standar Nasional Pendidikan tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
LATAR BELAKANG STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN
Kita semua telah mengetahui bahwa standar nasional pendidikan yang dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 pada dasarnya merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peraturan pemerintah ini lahir dalam rangka melaksanakan ketentuan yang diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada beberapa pasal dari Undangundang Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas) diamanahkan perlunya standar nasional pendidikan, seperti pada Pasal 35 dijelaskan tentang standar nasional pendidikan yang terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Pada Pasal 35 juga dijelaskan bahwa standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan, selanjutnya ditegaskan bahwa pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.      
    Perlu pula Anda pahami bahwa untuk mengatur pelaksanaan standar penilaian pendidikan, BSNP menyusun Penduan penilaian yang  terdiri atas:  
1.      Naskah akademik: berisi kajian teoritis dan hasil penelitian yang relevan dengan penilaian, baik penilaian oleh pendidik, satuan pendidikan atau pemerintah.
2.      Panduan umum: berisi pedoman, panduan penilaian yang bersifat umum yang berupa rambu-rambu penilaian yang harus dilakukan oleh guru pada semua mata pelajaran, panduan ini juga berlaku untuk semua kelompok mata pelajaran. 
3.      Panduan khusus terdiri dari 5 seri, sesuai dengan kelompok mata pelajaran disusun untuk memberikan rambu-rambu penilaian yang seharusnya dilakukan oleh guru pada kelompok mata pelajaran tertentu.
Marilah bersama-sama kita cermati uraian-uraian selanjutnya.

1. Standar Penilaian dalam Standar Nasional Pendidikan

Standar Nasional Pendidikan disusun agar dapat dijadikan Kriteria Minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Sedang tujuan Standar Nasional Pendidikan adalah untuk  menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
       Dalam Pasal 1 ayat (17) Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Yungto Pasal 1 Ayat (1) PP No. 19 Tahun 2005 dinyatakan bahwa lingkup dari Standar Nasional Pendidikan meliputi  8 standar yaitu: 
a.      Standar isi: Standar isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan.
b.      Standar proses: adalah standar berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
c.      Standar kompetensi lulusan: adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
d.      Standar pendidik dan tenaga kependidikan: adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
e.      Standar sarana dan prasarana: adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
f.       Standar pengelolaan: adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
g.      Standar pembiayaan: adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun
h.      Standar penilaian pendidikan: adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.

2. Landasan Filosofis  dan Yuridis Standar Penilaian 

Ketentuan dan pelaksanaan Standar Penilaian Pendidikan, menurut BSNP  harus memiliki landasan yag kuat baik secara landasan filosofis maupun landasan Yuridis. Sebagaimana yang tertuang dalam naskah akademik Panduan Penilaian yang dikeluarkan oleh BSNP, uraian tentang dua landasan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. 
a. Landasan Filosofis.
Proses pendidikan adalah proses untuk mengembangkan potensi siswa menjadi kemampuan dan keterampilan tertentu, hanya saja  perlu dipahami bersama bahwa pada dasarnya tidaklah mudah untuk dapat mengakomodasikan kebutuhan setiap siswa secara tepat dalam proses pendidikan, namun harus pula menjadi pemahaman bahwa setiap siswa harus diperlakukan secara adil dalam proses pendidikan, termasuk di dalamnya proses penilaian.
b.    Landasan Yuridis
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 57 Ayat (1), dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional, sebagai akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, kemudian pada Ayat (2) dijelaskan bahwa evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan non formal untuk semua jenjang, satuan dan jenis pendidikan. Selanjutnya pada pasal 58 ayat (1) dijelaskan bahwa evaluasi proses dan hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan, sedang pada ayat (2) menjelaskan secara lebih jauh  bahwa evaluasi peserta didik, satuan pendidikan dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mendiri  secara berkala, menyeluruh, transparan dan sistemik untuk mencapai standar nasional pendidikan. 

3. Badan Standar Nasional Pendidikan

Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 35 Ayat (3) dijelaskan bahwa pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan, yang kemudian eksistensi dari badan tersebut dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005, padaPasal 73 sampai Pasal 77,  badan  standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan tersebut, disebut dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Pada pasal-pasal tersebut dijelaskan secara tegas bahwa  Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP adalah badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan. BSNP berkedudukan di ibu kota wilayah Negara Republik Indonesia yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Dijelaskan lebih jauh bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya BSNP bersifat mandiri dan profesional.  
Selanjutnya mengenai keanggotaan BSNP dijelaskan pada Pasal 74 yang menyatakan bahwa: Keanggotaan BSNP berjumlah gasal, paling sedikit 11 (sebelas) orang dan paling banyak 15 (lima belas) orang
Pasal 76, PP No. 19 Tahun 2005 dinyatakan bahwa tugas utama BSNP adalah membantu Menteri dalam mengembangkan, memantau, dan mengendalikan standar nasional pendidikan. Ditegaskan pada ayat berikutnya bahwa  standar yang dikembangkan oleh BSNP berlaku efektif dan mengikat semua satuan pendidikan secara nasional setelah ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Ketentuan tentang tugas dan wewenang BSNP tertuang pada ayat (3) yang menyatakan bahwa untuk melaksanakan tugas-tugasnya BSNP mempunyai  wewenang  untuk: 
a.            mengembangkan Standar Nasional Pendidikan; 
b.            menyelenggarakan ujian nasional; 
c.            memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan pemerintah daerah dalam penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan;
d.            merumuskan kriteria kelulusan dari satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN MENURUT BADAN
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Pengantar

Untuk mengatur pelaksanaan Standar Penilaian Pendidikan, BSNP menyusun Penduan penilaian yang  terdiri atas:  
1.      Naskah Akademik; berisi berbagai kajian teoritis dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penilaian, baik yang dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan ataupun pemerintah.
2.      Panduan Umum; panduan umum berisi pedoman, panduan penilaian yang bersifat umum yang berupa rambu-rambu  penilaian yang harus dilakukan oleh guru pada semua mata pelajaran, panduan ini juga berlaku untuk semua kelompok mata pelajaran.
3.      Panduan khusus; terdiri dari 5 seri, sesuai dengan kelompok mata pelajaran; disusun untuk memberikan rambu-rambu penilaian yang seharusnya dilakukan oleh guru pada kelompok mata pelajaran tertentu, sehingga terdiri dari 5 seri panduan khusus yang terdiri dari:
a.      Panduan penilaian kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b.      Panduan           penilaian          kelompok        mata     pelajaran          kewarganegaraan        dan kepribadian, 
c.      Panduan penilaian kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d.      Panduan penilaian kelompok mata pelajaran estetika;
e.      Panduan penilaian kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.

1. Prinsip Penilaian menurut BSNP

   Pelaksanaan penilaian hasil belajar peserta didik didasarkan pada data sahih yang diperoleh melalui prosedur dan instrumen yang memenuhi persyaratan dengan mendasarkan diri pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.      Mendidik, artinya proses penilaian hasil belajar harus mampu memberikan  sumbangan positif pada peningkatan pencapaian hasil belajar peserta didik, dimana hasil penilaian harus dapat memberikan umpan balik dan motivasi kepada peserta didik untuk lebih giat belajar.
b.      Terbuka atau transparan, artinya bahwa prosedur penilaian, kriteria penilaian ataupun dasar pengambilan keputusan harus disampaikan secara transparan dan diketahui oleh pihak-pihak terkait secara obyektif.
c.      Menyeluruh, artinya penilaian hasil belajar yang dilakukan harus meliputi berbagai aspek kompetensi yang akan dinilai yang terdiri dari ranah pengetahuan kognitif, keterampilan psikomotor, sikap, dan nilai afektif yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
d.      Terpadu dengan pembelajaran, artinya bahwa dalam melakukan penilaian kegiatan pembelajaran harus mempertimbangkan kognitif, afektif, dan psikomotor, sehingga penilaian tidak hanya  dilakukan setelah siswa menyelesaikan pokok bahasan tertentu, tetapi juga dalam proses pembelajaran.
e.      Obyektif, artinya proses penilaian yang dilakukan harus meminimalkan pengaruh-pengaruh atau pertimbangan subyektif dari penilai.
f.       Sistematis, yaitu penilaian harus dilakukan secara terencana dan bertahap serta berkelanjutan untuk dapat memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar siswa.
g.      Berkesinambungan, yaitu evaluasi harus dilakukan secara terus menerus sepanjang rentang waktu pembelajaran. 
h.      Adil, mengandung pengertian bahwa dalam proses penilaian tidak ada siswa yang diuntungkan atau dirugikan berdasarkan latar belakang sosial ekonomi, agama, budaya, bahasa, suku bangsa, warna kulit, dan gender.
i.        Pelaksanaan penilaian menggunakan acuan kriteria yaitu menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Pedoman Penilaian oleh Pendidik

BSNP dalam pedoman umum penilaian mengemukakan adanya standar penilaian oleh pendidik dan standar penilaian oleh satuan pendidikan. Standar penilaian oleh pendidik merupakan standar yang mencakup standar umum, standar perencanaan, standar pelaksanaan penilaian, standar pengolahan dan penyajian hasil penilaian serta tindak lanjutnya, yang masing-masing bagian dapat dijabarkan sebagai berikut: a.  Standar umum penilaian.
 Standar umum penilaian adalah aturan main dari aspek-aspek umum dalam pelaksanaan penilaian, sehingga untuk melakukan penilaian pendidik harus selalu mengacu pada standar umum penilaian ini. BSNP menjabarkan standar umum penilaian ini dalam prinsip-prinsip sebagai berikut:
1)    Pemilihan teknik penilaian yang disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran serta jenis informasi yang ingin diperoleh dari peserta didik; 
2)    Informasi yang dihimpun mencakup ranah-ranah yang sesuai dengan standar isi dan standar kompetansi lulusan;
3)    Informasi mengenai perkembangan perilaku peserta didik dilakukan secara berkala pada kelompok mata pelajaran masing-masing;
4)    Pendidik harus selalu mencatat perilaku siswa yang menonjol baik yang bersifat positif maupun negatif dalam buku catatan perilaku;
5)    Melakukan sekurang-kurangnya tiga kali ulangan harian menjelang ulangan tengah semester dan tiga kali menjelang ulangan akhir semester;
6)    Pendidik harus menggunakan teknik penilaian yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan;
7)    Pendidik  harus selalu memeriksa dan memberi balikan kepada peserta didik atas hasil kerjanya sebelum memberikan tugas lanjutan;
8)    Pendidik harus memiliki catatan komulatif tentang hasil penilaian untuk setiap siswa yang berada di bawah tanggung jawabnya. Pendidik harus pula mencatat semua kinerja siswa, untuk menentukan pencapaian kompetensi siswa;
9)    Pendidik melakukan ulangan tengah dan akhir semester untuk menilai penguasaan kompetensi sesuai dengan tuntutan dalam Standar kompetensi (SI) dan standar Lulusan (SL);
10)  Pendidik yang diberi tugas menangani pengembangan diri harus melaporkan kegiatan siswa kepada wali kelas untuk dicantumkan jenis kegiatan
pengembangan diri pada buku laporan pendidikan;
11)  Pendidik menjaga kerahasiaan pribadi siswa dan tidak disampaikan pada pihak lain tanpa seijin yang bersangkutan meupun orang tua/ wali murid.
b. Standar Perencanaan Penilaian oleh Pendidik
Standar perencanaan penilaian oleh pendidik merupakan prinsip-prinsip yang harus dipedomani bagi pendidik dalam melakukan perancanaan penilaian. BSNP menjabarkannya menjadi tujuh point sebagai berikut:
1)     Pendidik harus membuat rencana penilaian secara terpadu dengan silabus dan   rencana pembelajarannya. Perencanaan penilaian setidak-tidaknya meliputi komponen yang akan dinilai, teknik yang akan digunakan serta kriteria pencapaian kompetensi;
2)     Pendidik harus mengembangkan kriteria pencapaian kompetensi dasar (KD) sebagai  dasar untuk penilaian;
3)     Pendidik menentukan teknik penilaian dan instrumen penilaiannya sesuai indikator pencapaian KD;
4)     Pendidik harus menginformasikan se awal mungkin kepada peserta didik tentang aspek-aspek yang dinilai dan kriteria pencapaiannya;
5)     Pendidik menuangkan seluruh komponen penilaian ke dalam kisi-kisi penilaian;
6)     Pendidik membuat instrumen berdasar kisi-kisi yang telah dibuat dan dilengkapi dengan pedoman penskoran sesuai dengan teknik penilaian yang digunakan;
7)     Pendidik menggunakan acuan kriteria dalam menentukan nilai siswa. 
c. Standar pelaksanaan penilaian oleh pendidik
Menurut pedoman umum penilaian yang disusun oleh BSNP, standar pelaksanaan penilaian oleh pendidik meliputi:
1)    Pendidik melakukan kegiatan penilaian sesuai dengan rencana penilaian yang telah disusun diawal kegiatan pembelajaran;
2)    Pendidik menganalisis kualitas instrumen dengan mengacu pada persyaratan instrumen serta menggunakan acuan kriteria;
3)    Pendidik menjamin pelaksanaan ulangan dan ujian yang bebas dari kemungkinan terjadi tindak kecurangan;
4)    Pendidik memeriksa pekerjaan peserta didik dan memberikan umpan balik dan komentar yang bersifat mendidik.
d. Standar pengolahan dan pelaporan hasil  penilaian oleh pendidik.
Standar pengolahan dan pelaporan hasil  penilaia, yang ada dalam pedoman umum penilaian yang disusun oleh BSNP meliputi:
1)    Pemberian skor untuk  setiap komponen  yang dinilai; 
2)    Penggabungan skor yang diperoleh dari berbagai teknik dengan bobot tertentu sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan;
3)    Penentuan satu nilai dalam bentuk angka untuk setiap mata pelajaran, serta menyampaikan kepada wali kelas untuk ditulis dalam buku laporan pendidikan masing-masing siswa;
4)    Pendidik menulis deskripsi naratif tentang akhlak mulia, kepribadian dan potensi peserta didik yang disampaikan kepada wali kelas;
5)    Pendidik bersama walikelas menyampaikan hasil penilaiannya dalam rapat dewan guru untuk menentukan kenaikan kelas;
6)    Pendidik bersama wali kelas menyampaikan hasil penilaian kepada rapat dewan guru untuk menentukan kelulusan peserta didik pada akhir satuan pendidikan dengan mengacu pada persyaratan kelulusan satuan pendidikan; 
7)    Pendidik bersama wali kelas menyampaikan hasil penilaiannya kepada orang tua/ wali murid.
e.   Standar Pemanfaatan Hasil Penilaian
Berdasarkan pedoman umum penilaian yang dikeluarkan oleh BSNP, ada lima standar pemanfaatan hasil penilaian yaitu:
1)     Pendidik mengklasifikasikan siswa berdasar tingkat ketuntasan pencapaian standar kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD);
2)     Pendidik menyampaikan balikan kepada peserta didik tentang tingkat capaian hasil belajar pada setiap KD disertai dengan rekomendasi tindak lanjut yang harus dilakukan;
3)     Bagi siswa yang belum mencapai standar ketuntasan, pendidik harus  melakukan pembelajaran remidial, agar setiap siswa dapat mencapai standar ketuntasan yang dipersyaratkan; 
4)     Kepada siswa yang telah mencapai standar ketuntasan yang dipersyaratkan, dan dianggap memiliki keunggulan, pendidik dapat memberikan layanan pengayaan;
5)     Pendidik menggunakan hasil penilaian untuk mengevaluasi efektifitas kegiatan pembelajaran dan merencanakan berbagai upaya tindak lanjut.

3.   Standar Penilaian Oleh Satuan Pendidikan

Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 PP 19, Tahun 2005, bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, dengan mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik. 
Penjelasan lebih jauh tentang kedua standar penilaian oleh satuan pendidikan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Standar Penentuan Kenaikan kelas  
Standar penentuan kenaikan kelas yang dikeluarkan oleh BSNP dalam pedoman umum penilaian terdiri dari tiga hal pokok yaitu:
1)    Pada akhir tahun pelajaran, satuan pendidikan menyelenggarakan ulangan kenaikan kelas;
2)    Satuan pendidikan menetapkan Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) pada setiap mata pelajaran, SKBM tersebut harus ditingkatkan secara berencana dan berkala;
3)    Satuan pendidikan  menyenggarakan rapat Dewan pendidik untuk menentukan kenikan kelas setiap siswa. 
b. Standar Penentuan Kelulusan
Dalam menetapkan standar Penetuan Kelulusan, BSNP membuat ketetapan yang meliputi: 
1)    Pada akhir jenjang pendidikan satuan pendidikan menyelenggarakan ujian sekolah pada kelompok mata pelajaran IPTEKS;
2)    Satuan pendidikan menyelenggarakan rapat dewan pendidik untuk menentukan nilai akhir peserta didik pada  (a) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia (b) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian (c) kelompok mata pelajaran estetika dan (d) kelompok mata pelajaran jasmani olehraga dan kesehatan untuk menentukan kelulusan;
3)    Satuan pendidikan menentukan kelulusan peserta didik berdasarkan kriteria kelulusan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 72
MEKANISME DAN PROSEDUR PENILAIAN MENURUT BSNP
1.      Mekanisme dan Prosedur Penilaian
Dalam pedoman penilaian yang dikeluarkan oleh BSNP ditegaskan bahwa dalam proses penilaian perlu diperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut: 
a.     Penilaian ditujukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
b.     Penilaian menggunakan acuan kriteria, yakni keputusan diambil berdasar apa yang seharusnya dapat  dilakukan oleh peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran.
c.     Penilaian dilakukan secara keseluruhan dan berkelanjutan. Penilaian oleh pendidik, bukan merupakan bagian terpisah dari proses pembelajaran, sehingga proses penilaian dilakukan sepanjang rentang proses pembelajaran.
d.     Hasil penilaian digunakan untuk menentukan tindak lanjut; tindakan lanjutan dari penilaian dapat berupa perbaikan proses pembelajaran, dan program remidi.
e.       Penilaian harus sesuai dengan pengalaman belajar yang ditempuh dengan proses pembalajaran.
Sesuai dengan amanat PP No. 19 Tahun 2005, penilaian dalam proses pendidikan terbagi menjadi 3 kelompok yaitu:

1.      Penilaian hasil belajar oleh pendidik

Sesuai dengan pedoman umum yang diterbitkan oleh  BSNP, seperti telah diuraikan pada Unit 1 bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil pembelajaran, sehingga secara lebih terperinci dapat dijelaskan bawa penilaian oleh pendidik ini digunakan untuk:
a.     Menilai pencapaian kompetensi peserta didik, dimana penilaian yang dilakukan oleh pendidik ini harus berbasis kompetensi, terencana, terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan
b.     Sebagai bahan penyusunan laporan hasil belajar.
c.     Memperbaiki proses  pembelajaran.
d.     Diharapkan akan mampu menyediakan informasi yang membantu pendidik meningkatkan kemampuannya dalam mengajar, serta membantu siswa untuk mencapai perkembangan optimal dalam proses dan hasil pembelajaran.
e.     Penilaian kelas merupakan salah satu pilar dalam kurikulum berbasis kompetensi.  Penilaian kelas adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk pemberian nilai terhadap hasil belajar siswa berdasarkan tahapan kemajuan belajarnya sehingga didapatkan potret/profil kemampuan siswa sesuai dengan daftar kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian kelas dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan belajar-mengajar.

2.      Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan  

BSNP dalam naskah akademik pedoman penilaian juga mendasarkan diri pada peraturan tersebut. Dijelaskan lebih jauh bahwa ada dua sistem yang dapat dilakukan oleh sekolah untuk mempromosikan siswanya ke tingkat  pendidikan yang lebih tinggi yaitu: 
a.     Sistem kredit atau beban belajar: yaitu sistem yang tidak mengenal kelas, dimana siswa dapat menyelesaikan program belajarnya sesuai dengan kemampuan individual. Dengan sistem ini setiap siswa dapat menyelesaikan dan memilih program belajarnya dengan kecepatan masingmasingsesuai dengan kemampuannya.
b.     Sistem kenaikan kelas (grade) adalah sistem yang program belajar siswanya terstruktur dalam paket-paket kelas. Dalam sistem ini ada dua tradisi kenaikan kelas yang dikembangkan  yaitu: 
(1) tradisi kenaikan kelas secara otomatis dan
(2) sistem kenaikan kelas.
 Siswa yang belum memenuhi standar kemampuan minimal dapat diperlakukan dengan tiga model yaitu:
(1) mengulang kelas, dan belajar bersama-sama dengan teman-teman yang baru naik kelas dari kelas di bawahnya,
 (2) bisa naik ke kelas yang lebih tinggi sambil mengulang mata pelajaran yang belum dikuasai, atau
(c) mengikuti pengajaran remidial pada beberapa mata pelajaran sebelum siswa dinyatakan naik ke kelas yang lebih tinggi. 
Secara teoritik sistem kenaikan kelas semacam ini dapat dilakukan dalam beberapa bentuk yaitu: 
1)    Menggunakan kriteria untuk dapat membedakan antara yang sudah dapat mencapai standar kemampuan minimal dengan siswa yang belum mencapai standar kompertensi minimal tersebut.
2)    Menerapkan prinsip kenaikan kelas secara otomatis, dimana setiap siswa  dapat naik kelas secara otomatis pada setiap akhir tahun pelajaran, dengan predikat-predikat tertentu.
3)    Menggunakan bentuk perpaduan dari dua pendekatan tersebut, dimana siswa pada prinsipnya bisa naik kelas secara otomatis pada setiap akhir tahun pelajaran, tetapi  harus mengulang atau memperbaiki sejumlah mata pelajaran yang dianggap belum memenuhi standar kemampuan minimal.
Kenaikan pada umumnya dilakukan pada akhir tahun pelajaran, kriteria untuk kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait, namun secara umum siswa dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah setelah:
a.       Menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b.      Memperoleh  nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran pada 5 kelompok mata pelajaran, dengan kriteria untuk aspek kognitif dan psikomotor minimal 75, sedang untuk aspek afektif kriteria “baik” digunakan bila sebagian orang menyatakan bahwa siswa memang baik;
c.       Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi; dan
d.      Lulus Ujian nasional.

3.      Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah

  Dalam Ayat 1 Pasal 66 PP No. 19 Tahun 2005, dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh  pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian  kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional. Hal ini sejalan dengan Pasal 68, Ayat 2 dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, yang menjelaskan bahwa penyelenggara ujian nasional adalah lembaga independen. Sebagai wujud pelaksanaan dari ayat-ayat tersebut, pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan Ujian Nasional seperti yang  dijelaskan pada Pasal 67, Ayat 1 PP No. 19, Tahun 2005 yang menyatakan bahwa pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan Ujian Nasional yang diikuti oleh Peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal. Pendidikan Dasar dan Menengah, serta jalur nonformal kesetaraan.
Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu  pertimbangan untuk:
a. Pemetaan mutu program dan atau satuan pendidikan.
b.     Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya.
c.     Penentuan kelulusan peserta didik  dari program dan atau satuan pendidikan. 
d.     Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya  untuk meneningkatkan mutu pendidikan.

4.      Teknik Penilaian menurut BSNP

    Menurut Pedoman umum BSNP, teknik penilaian yang dapat digunakan secara komplementer ataupun sendiri-sendiri sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai antara lain:
a.       Tes Kinerja 
Tes Kinerja dalam hal ini adalah berbagai jenis tes yang dapat  berbentuk tes keterampilan tertulis, tes identifikasi, tes simulasi, uji petik kerja, dan sebagainya.
b.      Demonstrasi  
Teknik demonstrasi dapat dilakukan dengan cara  mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif sesuai kompetensi yang dinilai.
c.       Observasi 
Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajardapat dilakukan secara formal maupun observasi informal.
d.      Penugasan 
Penugasan adalah bentuk evaluasi yang dapat dilakukan dengan model proyek yang berupa sejumlah kegiatan yang dirancang, dilakukan dan diselesaikan oleh peserta didik di luar kegiatan kelas dan harus dilaporkan baik secara tertulis maupun lisan.
e.       Portofolio 
Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan belajar dan prestasi siswa.
  1. Tes tertulis
Tes Tertulia adalah tes yang bisa berupa tes dengan jawaban pilihan atau isian, baik pilihan ganda benar salah ataupun menjodohkan, serta tes yang jawabannya berupa isian ataupun uraian. 
  1. Tes Lisan
Tes lisan, yaitu tes yang dilaksanakan melalui komunikasi langsung tatap muka antara peserta didik dengan satu atau beberapa penguji.
h.      Jurnal
Jurnal pada dasarnya merupakan catatan siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran berisi deskripsi proses pembelajaran.
i.        Wawancara 
Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek kepribadian peserta didik.
  1. Inventori
Inventori adalah skala psikologis yang digunakan untuk mengungkap sikap, minat dan persepsi peserta didik terhadap obyek psikologis, ataupun fenomena yang terjadi, antara lain berupa  skala Likert dan sebagainya.
  1. Penilaian diri
Penilaian diri merupakan teknik penilaian yang digunakan agar peserta didik dapat mengemukakan kelebihan dan kekurangan diri dalam berbagai hal.
  1. Penilaian antar Teman (penilaian sejawat)
Penilaian antar teman ini dilakukan dengan meminta siswa mengemukakan kelebihan dan kekurangan teman dalam berbagai hal.
UJIAN NASIONAL SEBAGAI STANDAR PENILAIAN
Pada bagian ini akan dikupas bagaimana  perjalanan evaluasi hasil belajar yang dilakukan pemerintah ini dari tahun ke tahun dan bagaiman sikap pro dan kontra dalam pelaksanaannya.

1.  Evaluasi Hasil Belajar oleh Pemerintah

           Sampai dengan Tahun 2000 pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional telah menyelenggarakan evaluasi hasil Belajar yang diberlakukan secara Nasional yang disebut dengan EBTANAS.  Pada sekitar tahun 2000,  banyak sekali kritik dari berbagai lapisan masyarakat terhadap Evaluasi Belajar Tahap Akhir yang dilaksanakan secara nasional tersebut.
Ada kelompok yang menilai bahwa banyak sekali kelemahan yang ada dalam penyelenggaraan EBTANAS tersebut, diantaranya adalah:
a.      Bentuk soal yang sebagian besar pilihan ganda dianggap kurang mendidik siswa untuk menggunakan penalarannya untuk menjawab soal,
b.      Seringkali terjadi kebocoran soal sehingga hasilnya kurang obyektif,
c.      Nilai EBTANAS murni merupakan satu-satunya alat seleksi untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yang menimbulkan kesan pada masyarakat awam bahwa hasil belajar yang dilakukan siswa selama tiga tahun hanya diukur dengan satu kali penilaian saja,
d.      Penyelenggaraan memerlukan biaya yang sangat besar sehingga dirasa tidak sebanding dengan manfaat hasil ebtanas.
Untuk merespon berbagai kritik yang muncul ini pemerintah mengumpulkan berbagai informasi dari berbagai lapisan yang kemudian menjadi landasan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor:  011/U/2002, Tanggal 28 Januari 2002 yang isinya penghapusan EBTANAS untuk Sekolah Dasar, Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Luar Biasa tingkat Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah.
Banyak muncul pro kontra dengan adanya keputusan ini.Hal ini sejalan pula dengan program pemerintah, yaitu:
a.       Program  wajib belajar sembilan tahun,
b.      Pertimbangan bahwa jumlah Sekolah Dasar sangat besar dan lokasinya tersebar sampai ke daerah pelosok dan  terpencil sehingga penyelenggaraan EBTANAS untuk Sekolah Dasar menjadi sangat besar, dan
c.       Mobilitas lulusan Sekolah Dasar belum begitu tinggi.
Tanggal, 4 April 2002 dikeluarkan Surat Keputusan Mendiknas  Nomor: 047/U/2002,  yang berisi pernyataan bahwa Nama EBTANAS untuk tingkat SLTP, SLTPLB, SMU, SMLB, MA, dan SMK diganti dengan menjadi Ujian Akhir Nasional atau disebut dengan UAN. Dalam Surat Keputusan tersebut dijelaskan bahwa tujuan penyelenggaraan UAN adalah: 
a.       Untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa
b.      Mengukur tingkat pendidikan pada tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota dan sekolah; 
c.       Mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota dan sekolah kepada masyarakat.
Dijelaskan lebih lanjut tentang fungsi UAN yang dijabarkan dalam Pasal 3 Surat Keputusan tersebut, bahwa UAN dapat  memiliki multi fungsi yang dirinci sebagai berikut: 
a.     Alat pengendali mutu pendidikan secara nasional, dengan diselenggarakannya UAN ini diharapkan mutu pendidikan secara nasional dapat dikendalikan, hanya saja UAN tidak digunakan untuk pengelompokan sekolah bermutu dan sekolah yang kurang bermutu, karena  hal ini akan semakin memperlebar jurang pemisah dalam kualitas sekolah yang secara nasional memang rentang variasi kualitas sekolah ini sudah sangat panjang.
b.     Mendorong peningkatan mutu pendidikan, dengan penyelenggaraan UAN ini diharapkan memotivasi sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya dan berusaha untuk mencapai hasil UAN yang optimal. 
c.     Bahan pertimbangan untuk menentukan tamat belajar dan predikat prestasi siswa, UAN dijadikan bahan pertimbangan penentuan kelulusan dan penentuan predikat prestasi siswa, UAN menjadi kriteria yang akurat dan general (berlaku nasional) untuk menentukan predikat dan prestasi siswa.
d.     Pertimbangan dalam seleksi penerimaan siswa baru pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi..
Pada Tahun 2004 UAN juga banyak mendapat kecaman dari  berbagai kalangan masyarakat bahkan ada sebagian besar anggota DPR tidak menyetujuinya, ketidak setujuan anggota Dewan ini terutama terhadap besarnya usulan anggaran peleksanaan UAN. Kecaman-kecaman dalam pelaksanaan UAN tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi permasalahan utama, yaitu: 
1)     UAN dianggap bertentangan dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 58. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Namun bila dicermati lebih jauh pada Ayat 2, dijelaskan lebih lanjut bahwa untuk menilai pencapaian standar nasional diperlukan evaluasi yang dilakukan oleh lembaga mandiri. Hal inilah yang digunakan sebagai landasan penyelenggaraan Ujian Nasional.
2)     UAN dianggap tidak bermanfaat dan hanya menghambur-hamburkan biaya. Kecaman ini kemudian dijawab dengan hasil penelitian Mardapi, dkk. (2004) yang menunjukkan bahwa hasil UAN sangat bermanfaat dalam meningkatkan motivasi belajar siswa, meningkatkan motivasi mengajar guru, perhatian kepala sekolah beserta semua staf sekolah, dan orang tua terhadap pembelajaran siswa.
3)     Konversi skor yang digunakan dalam pelaksanaan UAN dianggap membodohi masyarakat, karena memotong skor anak pandai diberikan kepada siswa yang kurang.
Menanggapi berbagai kritikan tersebut hasil penelitian Mardapi juga merekomendasikan perlunya kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk penyempurnaan pelaksanaan UAN diantaranya adalah: 
a.  Dalam Penyelenggaan UAN hendaknya:
1)     Mengikutsertakan daerah dalam penyusunan soal,
2)     Biaya ujian sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah,
3)     Peningkatan kualitas soal,
4)     Peningkatan obyektivitas sistem skoring,
5)     Peningkatan keamanan soal,
6)     Pengamanan dan koreksi silang antar sekolah yang setingkat,
7)     Pengiriman hasil UAN sesegera mungkin,
8)     Pemenuhan fasilitas minimum  dalam penyelenggaraan UAN.
b.      Diperlukan adanya pelatihan penyusunan soal bagi guru daerah, untuk meningkatkan kualitas soal ujian. 
c.      Perlunya inovasi dalam pembelajaran dengan menggunakan berbagai media untuk meningkatkan motivasi dan minat siswa untuk mempelajari materi yang dianggap sulit.
d.      Analisis UAN secara rinci sesegera mungkin disampaikan ke sekolah agar informasi tentang pokok bahasan atau materi yang sulit dapat diketahui pihak sekolah dan para guru dapat mengambil  strategi untuk  mengatasinya.
e.      Sosialisasi  dan informasi UAN perlu dilakukan seawal mungkin yang meliputi kisi-kisi ujian (standar kompetensi lulusan), bentuk soal ujian, proses penskoran, dan kriteria kelulusannya sehingga sekolah  maupun siswa dapat lebih mempersiapkan diri menghadapi UAN.
f.       Pemerintah perlu membantu fasilitas dan peralatan yang memadai dalam pelaksanaan ujian sehingga mata pelajaran yang memerlukan media tertentu dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan UAN.

2.      PRO DAN KONTRA PELAKSANAAN UJIAN NASIONAL

Selanjutnya, upaya mengurangi berbagai kelemahan dan menjawab kritik terhadap pelaksanaan UAN, dan sebagai pelaksanaan dari apa yang diamanahkan oleh Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional,  Pasal 58, Ayat (2) serta pelaksanaan dari Pasal   66 ayat (1), Peraturan Pemerintah  Nomor 19 Tahun 2005 yang menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh  pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian  kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional. Hal ini sejalan dengan Undangundang Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa penyelenggara Ujian Nasional adalah Lembaga Independen.  Dalam pelaksanaannya BSNP menyelenggarakan Ujian Nasional yang  harus diikuti oleh peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal. Pendidikan dasar dan menengah, serta jalur non formal kesetaraan. Dalam menyelenggarakan ujian nasional ini BSNP akan bekerja sama dengan instansi terkait di lingkungan pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota, serta satuan pendidikan.
Pelaksanaan Ujian Nasional tahun pelajaran 2006/2007 didasarkan pada Peraturan Menteri Pandidikan Nasional Nomor 45 Tahun 2006. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa standar kompetensi lulusan atau SKL merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang disusun sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006. Adapun Standar Isi  mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk  mencapai kompetensi lulusan pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi. 
Dengan mempertimbangkan bahwa dalam pengembangan pembelajaran di berbagai sekolah di Indonesia masih menggunakan kurikulum yang bervariasi, di mana sebagian sekolah masih menggunakan Kurikulum 1994, ada sekolah yang secara bertahap menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada kelas tertentu dan kelas yang lain masih menggunakan kurikulum 1994, ada pula sekolah yang secara keseluruhan telah melaksanakan KBK, dan ada sekolah yang telah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dengan mulai diberlakukannya  PP 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, maka dalam sosialisasi pelaksanaan Ujian Nasional telah pula dijelaskan bahwa; soal-soal ujian yang dikembangkan untuk Ujian Nasional Tahun 2007, didasarkan pada irisan antara: (1) Kurikulum Berbasis Kompetensi, (2) Kurikulum 1994, dan (3) Standar Isi.
Kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan ujian nasional ini menjadi polemik berkepanjangan, sikap pro dan kontra muncul diberbagai media dengan berbagai alasan rasional maupun sekedar rasionalisasi. Kesenjangan kualitas dari satuan pendidikan yang demikian panjang rentangnya selalu akan menjadi pusat perhatian, namun tetap selalu menjadi permasalahan yang tak kunjung terjembatani. 
         Persoalan sebenarnya bukan ujian nasional itu sendiri, tetapi perlu kajian dari berbagai sudut pandang diantaranya,  adalah:
a.       ketidaksiapan siswa, guru ataupun sekolah menghadapi kenyataan dari “cermin prestasi diri” yang disebut ujian nasional tersebut,
b.      proses pendidikan yang selama ini berlangsung banyak memberi kemudahan, termasuk dalam pembelajaran, yang menyebabkan banyak pihak baik siswa, guru maupun orang tua yang terbuai oleh keberhasilan semu yang berupa angka-angka yang bisa dibuat oleh siapa saja,
c.       adanya kecenderungan umum bahwa evaluasi yang kehilangan makna, karena evaluasi yang seharusnya menjadi sarana atau cermin kemampuan diri, selama ini bukan  lagi menjadi sarana tetapi menjadi tujuan. Proses pembelajaran di tahun akhir program satuan pendidikan lebih diarahkan pada persiapan menghadapi ujian dengan drill soal, bukan giat untuk  pencapaian standar kompetensi yang dipersyaratkan dan bahkan mungkin dengan menghalalkan berbagai cara membocorkan soal, membantu siswa mengerjakan soal ujian.
Selanjtnya, yang perlu mendapat perhatian adalah upaya sosialisasi dan penyadaran kepada semua stakeholder tentang pemahaman fungsi UNAS dan Standar Kompetensi Lulusan kepada siswa, orang tua guru maupun semua staf sekolah. Agar semua termotivasi  untuk mengarahkan pembelajaran ke pencapaian standar kompetensi minimal yang harus dikuasai siswa; orang tua akan memotivasi dan membimbing belajar anaknya, guru akan mengoptimalkan proses pembelajarannya untuk membelajarkan siswa mencapainya, demikian juga seluruh staf sekolah maupun berbagai pihak terkait. 


Semoga bermanfaat. (-copas)

Wahai Diriku....

Dzikir inilah yang setiap hari paling sering kita lafadzkan....

Suamiku....suamiku
Istriku.......istriku
Anakku......anakku
Hartaku.....hartaku
Pangkatku...pangkatku

Lalu mana....
Allah-ku......Allah-ku
Selamatkan aku...Selamatkanlah aku
Ampuni aku......Ampunilah aku


uje - - - huruf kecil saja