KATA
PENGANTAR
Assalamu alaikum wr.
wb.
Alhamdulillah,
puji dan syukur terpanjatkan kepada Allah SWT Rabb semesta alam. Shalawat serta
salam semoga tercurah kepada Nabiullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta
pengikut-pengikutnya ilaahi yaumiddin.
Sebagai muslim
kita diwariskan oleh Baginda Rasulullah SAW 2 wasiat, yakni Kitabullah Al
Qur’anul Karim dan Sunnah Rasulullah. Al Qur’an adalah kumpulan firman Allah
yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Rasulullah untuk dijadikan
pedoman hidup dan dasar hukum bagi seluruh umat.
Namun Al Qur’an
bukanlah sekedar kitab biasa, ia memiliki banyak seluk beluk dan sejarah yang
tidak bisa diacuhkan begitu saja. Ada banyak hal yang mesti dipelajari agar
dapat meningkatkan pengetahuan dan rasa cinta kita tentang Kitabullah ini. Hal
inilah yang akan coba kami jelaskan secara sederhana agar kita dapat menemukan
sedikit bayangan tentang hal ini.
Harapan kami
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua. Dan segala kekurangan yang ada
didalamnya, diharapkan kritik dan saran dari saudara-saudara sekalian agar
menjadi koreksi dan perbaikan bagi karya-karya berikutnya. Terima kasih.
Wassalam
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Allah menjadikan sesuatu melalui sebab musabab dan menurut
suatu ukuran. Tidak seorang pun lahir dan melihat cahaya kehidupan tanpa melaui
sebab musabab dan berbagai tahap perkembangan. Tidak sesuatupun terjadi dalam
wujud ini kecuali setelah melewati pendahuluan dan perencanaan. Begitu juga
perubahan pada cakrawala pemikiran manusia terjadi setelah melalui persiapan
dan pengarahan. Itulah sunnatullah (hukum Allah) yang berlaku bagi semua
ciptaan-Nya.
Tidak ada bukti yang menyingkap kebenaran sunnatullah itu
selain sejarah, demikian pula penerapannya dalam kehidupan. Seorang sejarahawan
yang berpandangan tajam dan cermat mengambil kesimpulan. Dia tidak akan sampai
kepada fakta sejarah jika tidak mengetahui sebab musabab yang mendorong
terjadinya peristiwa.
Al-Qur’an diturunkan untuk memberikan
petunjuk kepada manusia kearah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan
menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah dan
risalah-Nya. Juga memberitahukan hal yang telah lalu, kejadian-kejadian yang
sekarang serta berita-berita yang akan datang.
Sebagian besar al-Qur’an pada mulanya
diturunkan untuk tujuan umum ini, tetapi kehidupan para sahabat bersama bersama Rasulullah
telah menyaksikan banyak peistiwa sejarah, bahkan kadang terjadi di antara
mereka peristiwa khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih kabur
bagi mereka. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah saw untuk mengetahui
hukum Islam mengenai hal itu. Maka al-Qur’an turun untuk peristiwa khusus tadi
atau pertanyaan yang muncul itu. Hal inilah yang disebut dengan asbabun nuzul.
Dalam tulisan ini penulis akan memulai
pembahasan tentang pengertian asbabun nuzul, kemudian cara mengetahui asbabun
nuzul, macam-macamnya dan yang terakhir faedah mengetahui asbabun nuzul, termasuk
didalamnya terdapat beberapa contoh tentang asbabun nuzul.
B.
Rumusan Masalah
a. Apa pengertian Asbabun Nuzul?
b. Bagaimana cara mengetahui asbabun
nuzul?
c. Apa saja faedah mengetahui asbabun
nuzul?
d. Apa pula macam-macam asbabun nuzul?
C.
Tujuan Penulisan
Makalah
ini disusun sebagai bahan kajian untuk memahami tentang sebab-sebab turunnya Al
Qur’an dan macam-macam Asbabun Nuzul.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asbabun Nuzul
Menurut Dawud al-Aththar asbabun nuzul adalah sesuatu yang melatar
belakangi turunnya satu ayat atau lebih, sebagi jawaban terhadap suatu
peristiwa, atau menceritakan sesuatu peristiwa, atau menjelaskan hukum yang terdapat dalam peristiwa
tersebut. Sedangkan menurut Hasbi as-Shalih pengertian asbabun nuzul adalah:
مَا نَزَلَتِ الْاَيَةُ اَوِ
الْاَيَاتُ بِسَبَبِهِ مُتَضَمِّنَةً لَهُ اَوْ مُجِيْبَةً عَنْهُ اَوْ
مُبَيِّنَةً لِحُكْمِهِ زَمَنَ وُقُوْعِهِ.
“sesuatu yang menjadi sebab turunnya
sebuah ayat atau beberapa ayat, atau suatu pertanyaan yang menjadi sebab turunnya
ayat sebagai jawaban, atau sebagai penjelasan yang diturunkan pada waktu
terjadinya suatu peristiwa.”
Sebenarnya terdapat banyak sekali
pakar-pakar yang menjelaskan pengertian asbabun nuzul.
Namun demikian, menurut penulis penjelasan yang mereka paparkan hampir sama. Seperti dua definisi di atas misalnya, hampir tidak ditemukan perbedaan yang mendasar tentang hal itu, oleh karena itu dari dua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dinamakan asbabun nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan turunnya sebuah ayat atau lebih, yang berfungsi untuk memberikan keterangan atau jawaban pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa atau pertanyaan.
Namun demikian, menurut penulis penjelasan yang mereka paparkan hampir sama. Seperti dua definisi di atas misalnya, hampir tidak ditemukan perbedaan yang mendasar tentang hal itu, oleh karena itu dari dua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dinamakan asbabun nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan turunnya sebuah ayat atau lebih, yang berfungsi untuk memberikan keterangan atau jawaban pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa atau pertanyaan.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa
ayat-ayat al-Qur’an itu bisa dikategorikan secara umum kepada dua bagian:
Pertama, ayat-ayat yang diturunkan dengan adanya
suatu sebab, dan sebab tersebutlah yang mengundang turunnya ayat, yang tidak
diragukan pasti terjadi bersamaan turunnya waktu. Dalam hal ini ayat-ayat
tasyri’iyyah atau ayat-ayat hukum merupakan ayat-ayat yang pada umumnya
mempunyai sebab turunnya. Jarang (sedikit) sekali ayat-ayat hukum yang turun
tanpa suatu sebab. Dan sebab turunnya ayat itu adakalanya berupa peristiwa yang
terjadi di masyarakat Islam dan adakalanya berupa pertanyaan dari kalangan Islam
atau dari kalangan lainnya yang ditujukan kepada Nabi.
Kedua, ayat yang turun sejak semula, tanpa
adanya peristiwa yang terjadi atau permasalahan yang membutuhkan turunnya wahyu
saat wahyu tersebut diturunkan. Ayat-ayat semacam ini banyak terdapat di dalam
al-Qur’an, sedangkan jumlahnya lebih banyak dari pada ayat-ayat hukum yang
mempunyai asbabun nuzul. Misalnya ayat-ayat yang mengisahkan hal-ikhwal
umat-umat terdahulu baserta para Nabinya, menerangkan peristiwa-peristiwa yang
terjadi di masa lalu, atau menceritakan hal-hal yang ghaib, yang akan terjadi,
atau menggambarkan keadaan hari kiamat beserta nikmat surga dan siksa neraka.
Ayat-ayat demikian itu diturunkan oleh Allah bukan untuk memberikan tanggapan
terhadap suatu pertanyaan atau suatu peristiwa yang terjadi pada waktu itu,
melainkan semata-mata untuk memberi petunjuk kepada manusia, agar menempuh
jalan yang lurus.
B. Cara Mengetahui Asbabun Nuzul
Yang menjadi pedoman dasar para ulama
dalam mengetahui asbabun nuzul ialah riwayat shahih yang berasal dari
Rasulullah atau dari sahabat. Itu disebabkan pemberitahuan seorang sahabat
menenai hal seperti ini, bila jelas, itu bukan sekedar pendapat (ra’y),
tetapi ia mempunyai hukum marfu’ (disandarkan pada Rasulullah).
Dari uraian di atas jelaslah bahwa
asbabun nuzul itu tidak bisa diketahui semata-mata dengan akal (rasio), tidak
lain mengetahuinya harus berdasarkan riwayat yang shahih dan didengar langsung
dari orang-orang yang mengetahui turunnya al-Qur’an, atau dari orang-orang yang
memahami asbabun nuzul, lalu mereka menelitinya dengan cermat, baik dari
kalangan sahabat, tabi’in atau lainnya dengan catatan pengatahuan mereka
diperoleh dari ulama-ulama yang dapat dipercaya. Sehingga tidak dimungkinkan
adanya ijtihad.
Cara yang digunakan para sahabat untuk
mengetahui sebab turunya al-Qur’an tidaklah sama, diantaranya adalah:
1. Apabila perawi
sendiri menyatakan lafadh sebab dengan ungkapan yang jelas, seperti:
سَبَبُ نُزُوْلِ هذِهِ الْايَةِ كذَا (sebab turunnya ayat ini demikian).
Ungkapan ini secara
definitif menunjukkan asbabun nuzul dan tidak mengandung kemungkinan makna
lain.
2. Bila perawi
menyatakan riwayatnya dengan memasukkan huruf “fa’ ta’qibiyah” pada
kata-kata “nazala” seperti kata-kata perawi:
حَدَّثَ كَذَا ... أَوْ سُئِلَ النَّبِيُ
عَلَيْهِ السَّلَامُ عَنْ كَذَا فَنَزَلَتْ
Riwayat yang
demikian juga merupakan nash yang sharih dalam sebab nuzul.
3.
Apabila seorang
perawi menyatakan نَزَلَتْ هذِهِ الْايَةُ فِيْ كَذَا (ayat ini turun
tentang itu), maka ibarat ini mengandung dua kemungkinan, yakni: mungkin itu
merupakan sebab turun ayat tersebut dan mungkin pula mengandung suatu hukum
dalam ayat itu.
Dalam hal ini
al-Zarkasyi dalam kitabnya al-Burhan berkata:
قَدْ
عُرِفَ مِنْ عَادَةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ اَنَّ اَحَدَهُمْ اِذَا قَالَ
: نَزَلَتْ هذِهِ الْايَةُ فِيْ كَذَا فَإِنَّهُ يُرِيْدُ بِذلِكَ اَنَّ هذِهِ
الايَةَ تَتَضَمَّنُ هذَا الْحُكْمُ لَا اَنَّ هذَا كَانَ السَّبَبَ فِي
نُزُوْلِهَا
“Telah
diketahui kebiasaan para sahabat dan tabiin, bahwa apabila mereka mengatakan:
‘Turun ayat ini tentang itu’, maka maksud mereka ialah menerangkan, bahwa ayat
itu mengandung hukum itu, bukan dimaksudkan untuk menerangkan sebab turun
ayat.”
C. Beberapa Faedah Mengetahui Asbabun
Nuzul
Menurut Dawud, mengetahui asbabun nuzul
(sebab turunnya ayat) adalah sangat penting dalam upaya mengetahui dan memahami
maksud suatu ayat, hikmah yang terkadung dalam penetapan hukum. Sebagaimana
kata pepatah: “Mengetahui sebab akan memberikan pengetahuan tentang musabab.” Tentang perlunya mengetahui asbabun
nuzul, al-Wahidi berkata: tidak mungkin kita mengetahui penafsiran ayat
al-Qur’an tanpa mengetahui kisahnya dan sebab turun ayat adalah jalan yang kuat
dalam memahami makna al-Qur’an. Ibnu Taimiyah berkata: mengetahui sebab turun
ayat membantu untuk memahami ayat al-Qur’an. Sebab, pengetahuan tentang sebab
akan membawa pengetahuan tentang akibat.
Dalam tulisan ini dijelaskan bahwa faedah dari mengetahui asbabun nuzul
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Mengetahui
bentuk hikmah rahasia yang terkandung dalam hukum.
2. Mengetahui siapa orang yang menjadi
kasus turunnya ayat, sehingga tidak terjadi prasangka karena dorongan
permusuhan dan perselisihan.Terdapat contoh firman Allah:
(Al-Ahqaf: 17)
Dalam ayat di atas Marwan menduga
bahwa firman Allah tersebut diturunkan sehubungan dengan kasus Abdurrahman Ibnu
Abi Bakar. Aisyah membantah bahwa anggapan tersebut adalah salah. Kemudian ia
menjelaskan kepada Marwan tentang sebab turunnya.
3. Menghindarkan prasangka yang mengatakan
arti hasr (pembatasan) dalam ayat yang menurut lahirnya mengandung hasr
(pembatasan). Seperti firman Allah:
(Al-An’am: 145)
Imam Syafi’i menjelaskan bahwa hasr
dalam ayat ini tidak termasuk dalam maksud ayat itu sendiri. Untuk menolak
dugaan adanya hasr (pembatasan) dalam ayat ini, ia mengemukakan alasan bahwa
sebab turunnya ayat ini sehubungan dengan sikap-sikap orang kafir yang tidak
suka mengharamkan kecuali apa yang di halalkan oleh Allah dan menghalalkan apa
yang diharamkan-Nya. Karena itu ayat ini turun sebagai tekanan dan penentangan
yang keras dari Allah terhadap mereka.
Sekedar penjelasan dari uraian di
atas Ash-Shabuny berpendapat bahwa zahir ayat menunjukkan batasan yang haram,
dimana yang haram hanyalah yang tersebut dalam ayat di atas, padahal
persoalannya tidak demikian, karena disamping yang tersebut dalam ayat di atas
masih ada yang lain. Hanya saja pengungkapannya yang berbentuk hasr sedang
maknanya tidak demikian.
4. Menentukan
hukum (takhshish) itu didasarkan atas keumuman lafazh, dan bukan atas
kekhususan sebab yang melatarbelakanginya. Yang dimaksud dengan pendapat ini
ialah bahwa sebab yang melatarbelakangi turunnya wahyu itu tidak
membelenggu syariat yang umum dan tidak membatasinya, tetapi sekedar
mempengaruhi turunnya wahyu. Dengan demikian, ia mencakup hukum yang terdapat
dalam ayat yang diturunkan, dan hukum tersebut akan tetap berada dalam
keumumannya yang berlaku bagi semua peristiwa yang sesuai dengan sebab nuzul
tersebut.
5. Pengetahuan terhadap sebab turunnya
ayat membantu memahami maksud ayat dan menafsirkan dengan benar. Contohnya
yaitu, sebagaimana firman Allah:
“Dan kepunyaan Allah lah timur dan barat, maka kemanapun
kamu menghadap disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat
Nya)lagi Maha Mengetahui.”
(Al-Baqarah: 115)
Pengamatan sepintas terhadap redaksi
ayat di atas akan memberi pengertian bahwa, seorang yang shalat boleh menghadap
kemana saja, baik ketika bepergian maupun pada saat berada di rumah baik shalat
fardhu ataupun shalat sunnah. Sebab timur dan barat adalah milik Allah,
sehingga ke manapun seorang menghadapkan wajahnya dalam shalat, pasti akan
bertemu dengan wajah Allah. Pendapat seperti ini jelas bertentangan dengan
dalil-dalil lain yang sudah diketahui bersama dalam al-Qur’an dan sunnah
tentang wajibnya mengahadap masjidil haram. Dengan mengetahui sebab turunnya
ayat ini, kita mengetahui bahwa ayat diatas husus bagi orang yang shalat dalam
keadaan tidak mengetahui kiblat, shalat sunat dan sholat dalam perjalanan
sehingga diperbolehkan menghadap kemana saja.
6. Pengetahuan tentang asbabun nuzul
akan mempermudah orang-orang menghafal al-Qur’an, memahami serta memantapkan
kepastian wahyu dalam ingatan atau pikiran.
D.
Macam-macam Asbabun Nuzul
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbabun nuzul
dapat dibagi menjadi:
1. Ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid
Maksudnya sebab nuzul lebih dari satu, sedang ayat yang
diturunkan hanya satu. Ketika wahyu turun kadang-kadang mempunyai satu atau
lebih sebab nuzul. Sebab nuzul itu sendiri kadang-kadang berulang-ulang terjadi
disuatu tempat atau suatu waktu, atau berkaitan dengan lebih dari satu orang
atau suatu keadaan, yang menyebabkan turunnya wahyu sebagai jawaban terhadap
peristiwa yang menjadi sebab nuzul tadi.
Sebab nuzul yang lebih dari satu, kadang-kadang membutuhkan
beberapa kali penurunan ayat, meskipun ayat yang turun itu sama. Contohnya
surat al-ikhlas. Ayat tersebut diturunkan dua kali. Yang pertama diturunkan di
Makkah sebagai jawaban terhadap kaum musyrikin dan yang kedua di Madinah
sebagai jawaban terhadap ahli kitab.
2. Ta’addud al-nazil wa al-asbab wahid
Maksudnya, ayat yang turun lebih dari satu sedangkan sebab
turunnya hanya satu. Contohnya, Ummu Salamah berkata, “Wahai Rasulullah, saya
tidak mendengar sedikitpun Allah menyebutkan perempuan dalam hijrah.” Maka
Allah SWT menurunkan ayat:
(QS.
Ali ‘Imran: 195).
Allah
SWT juga menurunkan ayat berikut ini:
(QS.
Al-Ahzab: 35).
Dengan demikian, sebab turunnya ayat tersebut adalah satu, yaitu pertanyaan
Ummu Salamah, sedangkan ayat yang diturunkan lebih dari satu yaitu dua ayat
dari surat Ali ‘Imran dan Al-Ahzab tersebut di atas.
Selain dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, terkadang
juga terdapat banyak riwayat mengenai sebab nuzul suatu ayat. Dan masing-masing
menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya,
jika ditemukan masalah yang seperti ini, maka kedua riwayat ini harus diteliti
dan dianalisis. Sehingga permasalahannya ada empat bentuk, yaitu:
1. Salah satu dari keduanya shahih dan
lainnya tidak.
Jika ditemukan hal semacam ini, maka
diselesaikan dengan jalan memilih riwayat yang shahih dan menolak yang tidak
shahih.
2. Keduanya shahih, akan tetapi salah
satunya mempunyai penguat (murajjih) dan lainnya tidak.
Penyelesainnya adalah dengan
mengambil yang kuat rajihah. Penguat (murajjih) itu adakalanya salah satunya
lebih shahih dari yang lainnya atau periwayat salah satu dari keduanya
menyaksikan kisah itu berlangsung sedang periwayat lainnya tidak demikian.
3. Keduanya shahih dan keduanya
sama-sama tidak mempunyai penguat, akan tetapi keduanya dapat diambil sekaligus.
Kedua sebab itu benar terjadi dan
ayat turun mengiringi peristiwa tersebut karena masa keduanya berhampiran.
Penyelesainnya adalah dengan menganggap terjadinya beberapa sebab bagi turunnya
ayat tersebut.
4. Keduanya shahih, tidak mempunyai
penguat dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus.
Apabila ditemukan masalah seperti
ini maka dimungkinkan bahwa waktu peristiwanya jauh berbeda. Maka
penyelesaiannya adalah dengan menganggap berulang-ulangnya ayat itu turun
sebanyak asbab nuzulnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
beberapa penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Asbabun nuzul
adalah sesuatu yang menyebabkan turunnya sebuah ayat atau lebih yang berfungsi
untuk memberikan keterangan atau jawaban pada masa hal itu terjadi, baik berupa
peristiwa atau pertanyaan.
2. Turunnya ayat-ayat al-Qur’an itu ada
dua macam, yaitu: (1) Turunnya di dahului oleh suatu sebab. (2) Turunnya tanpa
di dahului oleh suatu sebab.
3. Dalam mengetahui asbabun nuzul harus
berdasarkan riwayat yang shahih dari Rasulullah dan sahabatnya yang mendengar
langsung turunnya ayat al-Qur’an.
4. Terdapat manfaat yang besar sekali
jika mengetahui asbabun nuzul, hususnya bagi orang-orang yang hendak
menafsirkan al-Qur’an, karena dengan asbabun nuzul ini dapat membantu seseorang
agar dapat memahami al-Qur’an secara tepat dan sekaligus dapat menghindarkan
dia dari salah pengertian apalagi dalam hal pengambilan hukum.
5. Dalam asbabun nuzul adakalanya
ditemukan beberapa macam permasalahan, antara lain: (1) Ayat yang turun lebih
dari satu sedangkan sebab nuzulnya hanya satu, (2) Ataupun sebaliknya sebab
nuzul yang turun lebih satu sedangkan ayat yang turun hanya satu (3) Banyaknya
riwayat dalam asbabun nuzul yang lebih dari satu sehingga di mungkinkan untuk
mencari penyelesaian permasalahannya.
Daftar
Pustaka
Al-Aththar, Dawud, Perspektif
Baru Ilmu Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Hidayah, 1994.
Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu
Al-Qur’an, Bogor: Litera Antar Nusa, 2009.
Ar-Rumi, Fahd bin Abdirrahman,
Ulumul Qur’an:
Studi Kompleksitas Al-Qur’an, Yogyakarta: Titian Ilahi Press. 1997.
Ash-Shabuny, Mohammad Aly, Pengantar Studi Al-Qur’an (At-Tibyan), Bandung:
Alma’arif, 1996.
As-Shalih, Subhi, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1993.
Syadali, Ahmad dan Ahamad Rofi’i, Ulumul Qur’an
I, Bandung: Pustaka Setia, 1997
Zuhdi, Masjfuk, Pengantar Ulumul Qur’an, Surabaya:
Karya Abditama, 1997.
No comments:
Post a Comment
Leave a comment, please.......:)