Tuesday, January 7, 2014

KESULITAN BELAJAR PADA ANAK



KESULITAN BELAJAR PADA ANAK

Sebagai seorang guru yang sehari-hari mengajar di sekolah, tentunya tidak jarang harus menangani anak-anak yang mengalami kesulitan dalam belajar. Anak-anak yang sepertinya sulit sekali menerima materi pelajaran, baik pelajaran membaca, menulis, serta berhitung. Hal ini terkadang membuat guru menjadi frustasi memikirkan bagaimana menghadapi anak-anak seperti ini. Demikian juga para orang tua yang memiliki anak-anak yang memiliki kesulitan dalam belajar. Harapan agar anak mereka menjadi anak yang pandai, mendapatkan nilai yang baik di sekolah menambah kesedihan mereka ketika melihat kenyataan bahwa anak-anak mereka kesulitan dalam belajar. Tetapi yang lebih menyedihkan adalah perlakuan yang diterima anak yang mengalami kesulitan belajar dari orang tua dan guru yang tidak mengetahui masalah yang sebenarnya, sehingga mereka memberikan cap kepada anak mereka sebagai anak yang tidak mengerti, tidak bisa ataupun gagal.
Anak yang mengalami kesulitan belajar adalah anak yang memiliki ganguan satu atau  lebih dari proses dasar yang mencakup pemahaman penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau menghitung.
Batasan tersebut meliputi kondisi-kondisi seperti gangguan perceptual, luka pada otak, diseleksia dan afasia perkembangan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.
Perbedaan individu siswa menyebabkan masalah kesulitan belajar siswa juga berbeda-beda antar siswa satu dengan siswa lainnya. Akibatnya, menjadi tidak mudah untuk menetapkan secara akurat masalah mereka yang sebenarnya. Namun demikian, masalah kesulitan belajar ini sangat menarik perhatian tidak hanya para ahli pendidikan, tetapi jugapara ahli dari berbagai bidang. Seperti psikiater, ahli saraf, dokter anak, dokter spesialis mata dan telinga, juga ahli bahasa . Mereka setelah melihat masalah kesulitan belajar ini dari sudut yang berbeda-beda, akhirnya secara umum sampai pada suatu kesimpulan bahwa ada dua faktor penyebab anak mengalami kesulitan belajar, yaitu faktor penyakit dan faktor perilaku.
Masalah kelambanan atau kesulitan belajar juga dapat diselidiki dari aspek penguasaan pelajaran dan aspek pertumbuhan fisik. Dari aspek penguasaan pelajaran, kesulitan belajar siswa dapat dilihat dari kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Pada umumnya bila terdapat perbedaan yang signifikan antarakemampuan belajar dan hasil belajar, dapat disimpulkan anak tersebut mengalami kelambanan belajar. Sedangkan dari aspek pertumbuhan fisik dapat dilihat dari hambatan berbicara, berpikir, mengingat dan hambatan fungsi indera. Hambatan berbicara merupakan hambatan belajar yang sering terdapat pada anak prasekolah. Sedangkan masalah hambatan dalam berpikir terlihat dari anak yang mengalami kesulitan dalam membentuk konsep, mengaitkan apa yang dipikirkan, dan memecahkan masalahnya.
Anak yang mengalami kesulitan belajar adalah anak yang memiliki ganguan satu atau  lebih dari proses dasar yang mencakup pemahaman penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau menghitung.
Batasan tersebut meliputi kondisi-kondisi seperti gangguan perceptual, luka pada otak, diseleksia dan afasia perkembangan. Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya dengan lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya learning disorder, learning disfunction, underachiever; slow learner, dan Slearning diasbilities. Di bawah ini akan dijelaskan dari masing-masing pengertian tersebut.
1.    Learning Disorder (kekacauan belajar)
Adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.

2.    Learning Disfunction
Merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.

3.    Under Achiever
Yaitu yang mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.

4.    Slow Learner (lambat belajar)
Adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.

5.    Learning Disabilities
Ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Dari sedikit penjelasan diatas, dirasakan bahwa orangtua perlu mengetahui bentuk kesulitan belajar yang dialami oleh putra/puteri mereka agar lebih mengerti bentuk kesulitan yang putera/puteri mereka hadapi. Banyak orangtua yang juga bertanya dan bingung tentang pendidikan dan prestasi belajar anak, baik di sekolah maupun dirumah.
Bahkan belajar menjadi 4 golongan masalah yang biasanya terjadi pada anak kita. Pada dasarnya seorang anak memiliki 4 masalah besar yang tampak jelas di mata orang tuanya dalam kehidupannya yaitu:
1.    Out of Law / Tidak taat aturan (seperti misalnya, susah belajar, susah menjalankan perintah,   dsb)
2.    Bad Habit / Kebiasaan jelek (misalnya, suka jajan, suka merengek, suka mengambek, dsb.)
3.    Maladjustment / Penyimpangan perilaku
4.    Pause Playing Delay / Masa bermain yang tertunda.

Perlu diketahui juga, awalnya banyak pendapat yang menyatakan keberhasilan anak dan pendidikan anak sangat tergantung pada IQ (intelligence quotient). Namun memasuki dekade 90-an pendapat itu mulai berubah. Daniel Goleman mengungkapkan bahwa keberhasilan anak sangat tergantung pada kecerdasan emosional (emotional intelligence) yang dimiliki. Jadi IQ bukanlah satu satunya yang mempengaruhi keberhasilan anak, masih ada emotional intelligence yang juga perlu diperhatikan.
Ini adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasaan serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasaan, dan mengatur suasana hati.
Dari berbagai penjelasan diatas, tentu banyak sekali tugas kita sebagai orangtua dalam mendidik anak kita baik mulai dari masa kecil mereka maupun hingga besar nantinya. Semua adalah tanggung jawab yang mulia, sebagaimana anak adalah karunia dan titipan tuhan kepada kita. Maka dari itu kita lah yang harus merawat dan memperhatikan perkembangan mereka, dan akhirnya kita pula yang akan tersenyum bahagia melihat perkembangan mereka. Marilah kita memulai belajar mengenali dan mendidik anak mulai dari sekarang.

A.   Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan para ahli yang menaruh perhatian terhadap masalah kesulitan belajar, ditemukan sejumlah faktor penyebabnya, yaitu:
a. Faktor intern (faktor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
1). Faktor fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.

2). Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam factor psikologis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atau genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun pencapaiannya tidak tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 atau dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar.
Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.

b. Faktor ekstern (faktor dari luar anak) meliputi:
1). Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.
2). Faktor-faktor non- sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah faktor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.

Dari beberapa faktor yang disebutkan di atas, ada beberapa lagi faktor yang menjadi penyebab timbulnya masalah kesulitan belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba memahami permasalahan ini secara lebih khusus, diantaranya:
1. Faktor Keturunan
Walaupun tidak sepenuhnya faktor keturunan berpengaruh terhadap kesulitan belajar, tapi juga tidak sedikit orang yang dalam satu garis keturunan memiliki kemampuan untuk membaca, menulis, dan mengeja bahkan mengitung, serta kesulitan belajar yang sama.

2. Gangguan Fungsi Otak
Ada pendapat yang menyatakan bahwaanak yang lamban dalam belajar mengalami gangguan dalam syaraf otaknya. Penelitian menganggap bahwa terdapat kesamaan ciri pada perilaku anak yang mengalami kelambanan atau kesulitan belajar dengan anak yang abormal. Hanya sajaanak yang mengalami kelambanan belajar memiliki adanya sedikit tanda cedera pada otak. Oleh karena itu, para ahli tidak terlalu menganggap cedera otak sebagai penyebabnya, kecuali ahli syaraf membuktikan masalah ini. Sebenarnya sangat sulit untuk membuktikan dan memastikan bahwa kelamban atau kesulitan belajar itu disebabkan cedera otak.

3. Pengorganisasian Berpikir
Siswa yang mengalami kelambanan atau kesulitan belajar akan mengalami kesulitan dalam menerima penjelasan tentang pelajaran. Slah satu penyebabnya adalah mereka tidak mampu mengorganisasikan cara berpikirnya secara baik dan sistematis. Misalnya anak yang sulit membaca akan sulit pula merasakan atau menyimpulkan apa yang dilihatnya. Para ahli berpendapat bahwa mereka perlu dilatih berulang-ulang dengan tujuan meningkatkan daya belajarnya.

4. Kekurangan Gizi
Ada kaitan yang erat antara kekurangan gizi dengan kelambanan belajar, artinya kekurangan gizi menjadi salah satu penyebab terjadinya kelambananbelajar. Walaupun pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar, tetapi banyak bukti menyatakan bila pada awal pertumbuhan anak sangat kekurangan gizi, keadaan itu akan berpengaruh terhadap perkembangan syaraf utamanya sehingga menyebabkan kurang baik dalam proses belajarnya.

5. Faktor Lingkungan
Ada banyak faktor yang tidak menguntungkan terhadap perkembangan mental anak, baik yang datangnya dari keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa perasaan hati, tekanan keluarga, atau kesalah pola asuh yang diterapkan pada anak. Meskipun faktor-faktor ini dapat mempengaruhi kesulitan belajar tetapi bukan merupakan satu-satunya faktr penyebab terjadinya kesulitan belajar. Namun yang pasti faktor tersebut dapat mengganggu daya ingat dan daya.
Bagi para orang tua, anak-anak adalah usia yang sangat penuh pertanyaan. Begitu pula dengan masalah pendidikan dan kesehatan pada anak. Salah satu masalah pendidikan anak adalah masalah kesulitan anak dalam belajar. Oleh karena itu, saya ingin sedikit mengulas tentang kesulitan anak dalam belajar.

B.   Cara Mengenali Anak Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar
Deteksi dini bagi orang tua untuk mendeteksi anak dalam kesulitan belajar ini bisa dimulai ketika anak usia 3 hingga 5 tahun. Masa ini adalah proses dasar hingga akhir sekolah dasar.
1.    Pendeteksian dini ini ini bisa dipantau dengan pemantauan:
2.    Perkembangan persepsi.
3.    Kemampuan berbahasa.
4.    Perkembangan motorik.
5.    Penguasaan diri anak.
6.    Penguasaan dalam pemusatan perhatian.
7.    Kemampuan daya tangkap (memori).
8.    Perkembangan konseptual. 

 Sedangkan ciri-ciri anak yang mengalami kesulitan belajar antara lain:
1. Terlambat dalam berbicara 
2. Kosakata terbatas
3. Sulit mengikat tali sepatu
4. Sulit mengikuti perintah lisan
5. Sulit berkonsentrasi
6. Mudah lupa
7. Sering kehilangan barang 
8. Sulit berinteraksi dengan lingkungan 

 Untuk para orang tua, jika menemukan kejanggalan pada putra-putri nya dalam masalah kesulitan belajar ini maka jangan ragu untuk konsultasi kepada psikolog. Sikap bijaksana yang diterapkan orang tua kepada anak sangat dibutuhkan dalam masa perkembangannya. Janganlah menggunakan kekerasan dalam menghadapi masalah kesulitan belajar pada anak.
C.   Kiat- Kiat Mengatasi Kesulitan Belajar
            1.a. Problem Kesulitan Membaca
Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan, sisipan, penggantian atau kebalikan) atau memahaminya (misalnya, memahami fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah bacaan). Mereka juga mengalami kesulitan lain seperti cepat melupakan apa yang telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen bahwa kesulitan mengenali bunyi-bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi keterlambatan kemampuan membaca, dimana kemampuan ini penting sekali bagi pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang mewakilinya.
Istilah lain yang sering dipergunakan untuk menyebutkan keterlambatan membaca adalah disleksia. Istilah ini sebenarnya merupakan nama bagi salh satu jenis keterlambatan membaca saja. Semasa awal kanak-kanak, seorang anak yang menderita disleksia mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa lisan. Selanjutnya ketika tiba masanya untuk sekolah,anak ini mengalami kesulitan dalam mengenali dan mengeja kata-kata, sehingga pada akhirnya mereka mengalami masalah dalam memahami maknanya.
Disleksia mempengaruhi 5 hingga 10 persen dari semua anak yang ada. Kondisi ini pertama kali diketahui pada abad ke sembilan belas, dimana ketika itu disebut dengan buta huruf (word blindness). Beberapa peneliti menemukan bahwa disleksia cenderung mempengaruhi anak laki-laki lebih besar disbanding anak perempuan. Tanda-tanda disleksia tidak sulit dikenali, bila seorang guru dan orangtua cermat mengamatinya. Sebagai contoh, bila anda menunjukkan sebuah buku yang asing pada seorang anak penderita disleksia, ia mungkin akan mengarang –ngarang cerita berdasarkan gambar yang ia lihat tanpa berdasarkan tulisan isi buku tersebut. Bila anda meminta anak tersebut untuk berfokus pada kata-kata dibuku itu, ia mungkin berusaha untuk mengalihkan permintaan tersebut.. Ketika anda menyuruh anak tersebut untuk memperhatikan kata-kata, maka kesulitan mebaca pada anak tersebut akan terlihat jelas. beberapa kesulitan bagi anak-anak penderita disleksia adalah sebagai berikut :
1.    Membaca dengan sangat lambat dan dengan enggan
2.    Menyusuri teks pada halaman buku dengan menggunakan jari telunjuk
3.    Mengabaikan suku kata, kata-kata, frase, atau bahkan baris teks.
4.    Menambahkan kata-kata atau frase yang tidak ada dalam teks
5.    Membalik urutan huruf atau suku kata dalam sebuah kata
6.    Salah dalam melafalkan kata-kata, termasuk kata-kata yang sudah dikenal
7.    Mengganti satu kata dengan kata lain, meskipun kata yang digantikan tidak mempunyai arti dalam konteksnya.
8.    Menyusun kata-kata yang tidak mempunyai arti.
9.    Mengabaikan tanda baca.

1.b. Kiat Mengatasi Problem Dysleksia
Cara yang paling sederhana, paling efektif untuk membantu anak-anak penderita dysleksia belajar membaca dengan mengajar mereka membaca dengan metode phonic. Idealnya anak-anak akan mempelajari phonic di sekolah bersama guru, dan juga meluangkan waktu untuk berlatih phonic di rumah bersama orang tua mereka.
Metode phonic ini telah terbukti berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan anak dalam membaca (Gittelment & Feingold, 1983). Metode phonic ini merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan anak yang mengalami problem dysleksia agar dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan oleh mulut. Metode ini dapat ssudah dikemas dalam bentuk yang beraneka ragam, baik buku, maupun software.
Bagi anda orang tua, berikut ini merupakan ide-ide yang dapat membantu anak anda dengan phonic dan membaca:

1.    Cobalah untuk menyisihkan waktu setiap hari untuk membaca.
2.    Tundalah sesi jika anak terlalu lelah, lapar, atau mudah marah hingga dapat memusatkan perhatian.
3.    Jangan melakukan sesuatu yang berlebih-lebihan pada saat pertama;mulailah dengan sepuluh atau lima belas menit sehari.
4.    Tentukan tujuan yang dapat dicapai : satu hari sebanyak satu halaman dari buku phonics atau buku bacaan mungkin cukup pada saat pertama.
5.    Bersikaplah positif dan pujilah anak anda ketika dia membaca dengan benar. Ketika dia membuat kesalahan, bersabarlah dan bantu untuk membenarkan kesalahan. Jika dia ragu-ragu, berikan waktu sebelum anda terburu-buru memberi bantuan.
6.    Ketika anda membaca cerita bersama-sama, pastikan bahwa anak tidak hanya melafalkan kata-kata, tetapi merasakannya juga. Tanyakan pendapatnya tentang cerita atau karakter-karakter dalam cerita tersebut.
7.    Mulailah dengan membaca beberapa halaman pertama atau paragraph dari cerita dengan suara keras untuk memancing anak. Kemudian mintalah anak membaca terusan ceritanya untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.
8.    Variasikan aktivitas dengan meluangkan beberapa sesi untuk melakukan permaianan kata-kata sebagai ganti aktivitas membaca, atau mintalah anak untuk mengarang sebuah cerita, tulislah cerita tersebut, dan mintalah ia untuk membaca kembali tulisan tersebut.
9.    Jangan membuat sesi ini sebagai pengganti kegiatan membaca dengan suara keras pada anak anda. Jik anda selalu membacakan cerita waktu tidur, pertahankanlah itu. Ini akan sangat membantunya mengenal buku dengan punuh kegembiraan.
10. Berikan hadiah padanya ketika dia melakukan sesuatu dengan sangat baik atau ketika anda melihat perubahan yang nyata pada nilai-nilainya di sekolah.

2.a. Problem Kesulitan Menulis (Dysgraphia)
Dalam sebuah pelatihan menjadi ahli ilmu kesehatan anak, terdapat seorang ahli ilmu kesehatan yang bernama Stephen yang tidka pernah menulis apapun di atas kertas. Ia menggunakan mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable) untuk segala sesuatu laporan pasien, catatan singkat. Kemudian diketahui bahwa Stephen memang tidak dapat menulis secara jelas. seberapapun ia mencoba dengan keras ia tidak dapat menulis apapun dengan jelas, sehingga dia dan orang lain tidak dapat membaca tulisan tangannya.
Apa yang dialami Stephen merupakan problem kesulitan menukis (disgraphya). Tentunya disgraphya ini berbeda dengan tulisan tangan yang jelek. Tulisan tangan yang jelek biasanya tetap dapat terbaca oleh penulisnya, dan juga dilakukan dalam waktu yang relatif sama dengan yang menulis dengan bagus. Akan tetapi untuk dysgraphia, anak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menulis.
Dalam menulis sesuatu kita membutuhkan penglihatan yang cukup jelas, keterampilan motorik halus, pengetahuan tentang bahasa dan ejaan, dan otak untuk mengkoordinasikan ide dengan mata dan tangan untuk menghasilkan tulisan. Jika salah satu elemen tersebut mengalami masalah maka menulis akan menjadi suatu pekerjaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan.

2.b. Kiat Mengatasi Problem Dysgrapia
Untuk mengatasi problem dysgraphia ini, sangatlah baik apabila kita belajar dari sebuah kasus anak yang mengalami dysgraphia. Problem dysgraphia muncul pada Stephen saat sekolah dasar, ia memiliki nilai yang bagus pada masa-masa awal, akan tetapi kemudian nilainya jatuh dan akhirnya guru Stephen di kelas V memanggilnya, dan juga memanggil orang tuanya. Guru tersebut meminta orang tua Stephen untuk mengajari Stephen mengetik pada mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable). Hasilnya nilai dan prestasi Stephen meningkat secara tajam.
Sebagian ahli merasa bahwa pendekatan yang terbai untuk dysgraphia adalah dengan jalan mengambil jalan pintas atas problem tersebut, yaitu dengan menggunakan teknologi untuk memberikan kesmepatan pada anak mengerjakan pekerjaan sekolah tanpa harus bersusah payah menulis dengan tangannya.
Ada dua bagian dalam pendekatan ini. Anak-anak menulis karena dua alasan, pertama untuk menangkap informasi yang mereka butuhkan untuk belajar (dengan menulis catatan) dan yang kedua untuk menunjukkan pengetahuan mereka tentang suatu mata pelajaran (tes-tes menulis). Sebagai ganti menulis dengan tangan, anak-anak dapat:
1.    Meminta fotokopi dari catatan-catatan guru atau meminta ijin untuk mengkopi catatn anak lain yang memiliki tulisan tangan yang bagus; mereka dapat mengandalkan teman tersebut danmengandalkan buku teks untuk belajar.
2.    Belajar cara mengetik dan menggunakan laptop / note book untuk membuat catatan di rumah dan menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
3.    Menggunakan alat perekam untuk menangkap informasi saat pelajaran sebagai ganti menulis jawaban tes dengan tangan, mereka dapat :
a.    Melakukan tes secara lisan
b.    Mengerjakan tes dengan pilihan ganda.
c.    Mengerjakan tes-tes yang dibawa pulang (take – home test) atau tes dalam kelas dengan cara menegtik.

Bila strategi-strategi di atas tidak mungkin dilakukan Karena beberapa alasan, maka anak-anak penderita dysgraphia harus diijinkan untuk mendapatkan waktu tambahan untuk tes-tes dan ujian tertulis.
Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan ini memberikan perbedaan yang segera tampak pada anak. Dari pada mereka harus bersusah payah mengusaia suatu keterampilan yang sangat sulit bagi mereka, dan nantinya mungkin akan jarang butuhkan ketika beranjak dewasa, mereka dapat berkonsentrasi untuk mempelajari keterampilan lain, dan dapat menunjukkan apa yang mereka ketahui.
Hal ini membuat mereka merasa lebih baik berkenaan dengan sekolah dan diri mereka sendiri. tidka ada alasan untuk menyangkal kesempatan bagi seorang anak yang cerdas untuk meraih kesuksesan di sekolah. selain itu, karena pendidikan sangatlah penting bagi masa depan anak, maka tidak sepadan resiko membiarkan anak menjadi semakin lama semakin frustasi dan menjadi putus asa karena pekerjaan sekolah.

3.a. Problem Kesulitan Menghitung (Dyscalculia)
Berhitung merupakan kemampuan yang digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, baik ketika membeli sesuatu, membayar rekening listrik, dan lain sebagainya. Tidak diragukan lagi bahwa berhitung merupakan pekerjaan yang kompleks yang di dalamnya melibatkan :
1.    membaca, menulis, dan keterampilan bahasa lainnya.
2.    kemampuan untuk membedakan ukuran-ukuran dan kuantitas relatif dan obyektif.
3.    kemampuan untuk mengenali urutan, pola, dan kelompok.
4.    ingatan jangka pendek untuk meningat elemen-elemen dari sebuah soal matematika saat mengerjakan persamaan.
5.    kemampuan membedakan ide-ide abstrak, seperti angka-angka negatif, atau system angka yang tidk menggunkan basis sepuluh.

Meskipun banyak masalah yang mungkin turut mempengaruhi kemampuan untuk memahami, dan mencapai keberhaislan dalam pelajaran matematika. Istilah ‘dyscalculia’, biasanya mengacu pada pada suatu problem khusus dalam menghitung, atau melakukan operasi aritmatika, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
Anak yang mengalami problem dyscalculia merupakan anak yang memiliki masalah pada kemampuan menghitung. Anak tersebut tentunya belum tentu anak yang bodoh dalam hal yang lain, hanya saja ia mengalami masalah dengan kemampuan menghitungnya. Untuk lebih jelas mengenai gambaran anak yang mengalami problem dyscalculia, perhatikanlah contoh kasus berikut.
Seorang anak bersama Jesica (sepuluh tahun, duduk di kelas V) didapati mengalami masalah dengan mata pelajaran matematika. Nilai matematika yang Jessica dapat selalu rendah, walaupun pada mata pelajaran lain, nilainya baik. Lalu seorang guru memanggilnya, dan memberinya lembar kertas dan pensil dan memintanya menyelesaikan soal berikut :Jones seorang petani memiliki 25 pohon apel dan tiap pohon menghasilkan 50 kilogram apel pertahun, berapa kilogram apel yang dihaislkan Jones tiap tahun?. Ia berusaha keras menemukan jawabannya tetapi tetap tidak bisa. Ketika guru bertanya bagaimana cara menyelesaikan, ia menjawab, ia harus mengalikan 25 dengan 50, akan tetapi ia tidak dapat menghitungnya. Kemudian guru memberinya kalkulator, dan kemudian ia dapat menghitungnya. Inilah gambaran seorang anak yang mengalami problem “dyscalculia”.

3.b. Kiat Mengatasi Anak Dengan Dyscalculia
Seperti halnya problem kesulitan menulis dan membaca, ada dua pendekatan yang mungkin : kita dapat menawarkan beberapa bentuk penganganan matematika yang intensif, atau dengan mengambil jalan pintas.
Pendekatan yang pertama, yaitu penanganan matematika yang intensif, dapat kita lakukan dengan teknik “individualisasi yang dibantu tim”. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga ada anak yang cepat menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem dyscalculia tersebut.
Pendekatan yang kedua, yaitu jalan pintas, sebagaimana Jessica diberikan kalkulator untuk menghitung, maka anak dengan problem dyscalculia ini juga dapat diberikan calculator untuk menghitung. Hal ini sederhana karena anak dengan problem dyscalculia tidka memiliki masalah dengan kaitan antara angka, akan tetapi lebih kepada menghitung angka-angka tersebut.

Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja kemampuan yang dimiliki berbeda satu dengan yang lainnya. pada tingkat pendidikan dasar berbagai kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis, serta berhitung. Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan tersebut dapat menggangu kemampuan yang lain. Dengan demikian apa yang kita sering lakukan baik sebagai seorang orang tua, ataupun seorang guru dengan mengatakan seorang anak yang mendapatkan nilai yang rendah merupakan anak yang bodoh dan gagal perlu menjadi perhatian kita. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa mungkin saja anak hanya mengalami gangguan pada salah satu kemampuan tadi, dan ia tidak tahu bagaimana mengatasi masalah tersebut.
Untuk itu, yang terpenting bagi kita adalah dapat menelaah dengan baik perkembangan anak kita. Diagnosis terhadap permasalahan sesungguhnya yang dialami anak mutlak harus dilakukan. Dengan demikian kita akan mengetahui kesulitan belajar apa yang dialami anak, sehingga kita dapat menentukan alternatif pilihan bantuan bagaimana mengatasi kesulitan tersebut.
Sebagai seorang pengajar atau pendidik maupun sebagai orang tua, sudah semestinya kita cermat dan sigap dalam menangkap sinyal akan adanya kesulitan belajar yang dialami oleh anak-anak kita. Sehingga kita dapat bertindak cepat untuk menemukan solusi yang tepat dalam menangani masalah tersebut. Sebab jika dibiarkan, kesulitan belajar yang mereka alami dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan mental dan kejiwaan mereka.




REFERENCES

Ahmadi, Abu & Widodo, Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Wood, Derek et al. Penerjemah Taniputra. 2005. Kiat Mengatasi Gangguan Belajar (Terjemahan). Yogyakarta : Kata Hati.
Feldmen, William. Penerjemah Sudarmaji. 2002. Mengatasi Gangguan Belajar Pada Anak. Jakarta : Prestasi Putra. 



 By Aszhe.....

























No comments:

Post a Comment

Leave a comment, please.......:)

Wahai Diriku....

Dzikir inilah yang setiap hari paling sering kita lafadzkan....

Suamiku....suamiku
Istriku.......istriku
Anakku......anakku
Hartaku.....hartaku
Pangkatku...pangkatku

Lalu mana....
Allah-ku......Allah-ku
Selamatkan aku...Selamatkanlah aku
Ampuni aku......Ampunilah aku


uje - - - huruf kecil saja