KESULITAN
BELAJAR PADA ANAK
Sebagai seorang guru yang
sehari-hari mengajar di sekolah, tentunya tidak jarang harus menangani
anak-anak yang mengalami kesulitan dalam belajar. Anak-anak
yang sepertinya sulit sekali menerima materi pelajaran, baik pelajaran membaca,
menulis, serta berhitung. Hal ini terkadang membuat guru menjadi frustasi
memikirkan bagaimana menghadapi anak-anak seperti ini. Demikian juga para orang
tua yang memiliki anak-anak yang memiliki kesulitan dalam belajar. Harapan agar
anak mereka menjadi anak yang pandai, mendapatkan nilai yang baik di sekolah
menambah kesedihan mereka ketika melihat kenyataan bahwa anak-anak mereka
kesulitan dalam belajar. Tetapi yang lebih menyedihkan adalah perlakuan yang
diterima anak yang mengalami kesulitan belajar dari orang tua dan guru yang
tidak mengetahui masalah yang sebenarnya, sehingga mereka memberikan cap kepada
anak mereka sebagai anak yang tidak mengerti, tidak bisa ataupun gagal.
Anak yang
mengalami kesulitan belajar adalah anak yang memiliki ganguan satu atau
lebih dari proses dasar yang mencakup pemahaman penggunaan bahasa lisan atau
tulisan, gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kemampuan yang
tidak sempurna dalam mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis,
mengeja atau menghitung.
Batasan
tersebut meliputi kondisi-kondisi seperti gangguan perceptual, luka pada otak,
diseleksia dan afasia perkembangan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh
hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat
psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat
menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.
Perbedaan
individu siswa menyebabkan masalah kesulitan belajar siswa juga berbeda-beda
antar siswa satu dengan siswa lainnya. Akibatnya, menjadi tidak mudah untuk
menetapkan secara akurat masalah mereka yang sebenarnya. Namun demikian,
masalah kesulitan belajar ini sangat menarik perhatian tidak hanya para ahli
pendidikan, tetapi jugapara ahli dari berbagai bidang. Seperti psikiater, ahli
saraf, dokter anak, dokter spesialis mata dan telinga, juga ahli bahasa .
Mereka setelah melihat masalah kesulitan belajar ini dari sudut yang
berbeda-beda, akhirnya secara umum sampai pada suatu kesimpulan bahwa ada dua
faktor penyebab anak mengalami kesulitan belajar, yaitu faktor penyakit dan
faktor perilaku.
Masalah
kelambanan atau kesulitan belajar juga dapat diselidiki dari aspek penguasaan
pelajaran dan aspek pertumbuhan fisik. Dari aspek penguasaan pelajaran,
kesulitan belajar siswa dapat dilihat dari kemampuan membaca, menulis, dan
berhitung. Pada umumnya bila terdapat perbedaan yang signifikan antarakemampuan
belajar dan hasil belajar, dapat disimpulkan anak tersebut mengalami kelambanan
belajar. Sedangkan dari aspek pertumbuhan fisik dapat dilihat dari hambatan
berbicara, berpikir, mengingat dan hambatan fungsi indera. Hambatan berbicara
merupakan hambatan belajar yang sering terdapat pada anak prasekolah. Sedangkan
masalah hambatan dalam berpikir terlihat dari anak yang mengalami kesulitan
dalam membentuk konsep, mengaitkan apa yang dipikirkan, dan memecahkan
masalahnya.
Anak yang mengalami kesulitan belajar adalah anak yang
memiliki ganguan satu atau lebih dari proses dasar yang mencakup
pemahaman penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut mungkin
menampakkan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan,
berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau menghitung.
Batasan tersebut meliputi kondisi-kondisi seperti
gangguan perceptual, luka pada otak, diseleksia dan afasia perkembangan. Dalam
kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik
siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya
dengan lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak
sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh
hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat
psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat
menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.
Kesulitan belajar
siswa mencakup pengertian yang luas, diantaranya learning disorder, learning disfunction, underachiever; slow learner, dan Slearning diasbilities. Di
bawah ini akan dijelaskan dari masing-masing pengertian tersebut.
1. Learning
Disorder (kekacauan belajar)
Adalah keadaan dimana proses belajar
seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya,
yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi
belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang
bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi
yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras
seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam
belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2. Learning Disfunction
Merupakan gejala
dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik,
meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas
mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa
yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet
bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia
tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3. Under Achiever
Yaitu yang mengacu
kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang
tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh :
siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan
tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa
saja atau malah sangat rendah.
4. Slow
Learner (lambat belajar)
Adalah siswa yang lambat dalam proses
belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok
siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5.
Learning Disabilities
Ketidakmampuan belajar mengacu pada
gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga
hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Dari sedikit penjelasan diatas,
dirasakan bahwa orangtua perlu mengetahui bentuk kesulitan belajar yang dialami
oleh putra/puteri mereka agar lebih mengerti bentuk kesulitan yang
putera/puteri mereka hadapi. Banyak orangtua yang juga bertanya dan bingung
tentang pendidikan dan prestasi belajar anak, baik di sekolah maupun dirumah.
Bahkan belajar menjadi 4 golongan
masalah yang biasanya terjadi pada anak kita. Pada dasarnya seorang anak
memiliki 4 masalah besar yang tampak jelas di mata orang tuanya dalam
kehidupannya yaitu:
1.
Out
of Law / Tidak taat
aturan (seperti misalnya, susah belajar, susah menjalankan perintah, dsb)
2.
Bad
Habit / Kebiasaan
jelek (misalnya, suka jajan, suka merengek, suka mengambek, dsb.)
3.
Maladjustment / Penyimpangan perilaku
4.
Pause
Playing Delay / Masa
bermain yang tertunda.
Perlu
diketahui juga, awalnya banyak pendapat yang menyatakan keberhasilan anak dan
pendidikan anak sangat tergantung pada IQ (intelligence
quotient). Namun memasuki dekade 90-an pendapat itu mulai berubah.
Daniel Goleman mengungkapkan bahwa keberhasilan anak sangat tergantung pada
kecerdasan emosional (emotional
intelligence) yang dimiliki. Jadi IQ bukanlah satu satunya yang
mempengaruhi keberhasilan anak, masih ada emotional
intelligence yang juga perlu diperhatikan.
Ini
adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi, ketahanan
dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasaan serta
mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat
menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasaan, dan mengatur
suasana hati.
Dari
berbagai penjelasan diatas, tentu banyak sekali tugas kita sebagai orangtua dalam
mendidik anak kita baik mulai dari masa kecil mereka maupun hingga besar
nantinya. Semua adalah tanggung jawab yang mulia, sebagaimana anak adalah
karunia dan titipan tuhan kepada kita. Maka dari itu kita lah yang harus
merawat dan memperhatikan perkembangan mereka, dan akhirnya kita pula yang akan
tersenyum bahagia melihat perkembangan mereka. Marilah kita
memulai belajar mengenali dan mendidik anak mulai dari sekarang.
A. Faktor-faktor
Penyebab Kesulitan Belajar
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan para ahli
yang menaruh perhatian terhadap masalah kesulitan belajar, ditemukan sejumlah
faktor penyebabnya, yaitu:
a. Faktor intern (faktor dari dalam diri anak itu
sendiri ) yang meliputi:
1). Faktor fisiologi
1). Faktor fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak
yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga
proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain
sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi
penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat
kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran,
kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius)
seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.
2). Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai
perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa
belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu
yang juga termasuk dalam factor psikologis ini adalah intelligensi yang
dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atau genius
(lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat.
Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu
mengalami masalah walaupun pencapaiannya tidak tinggi. Sedangkan anak yang
memiliki IQ dibawah 90 atau dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami
kesulitan dalam masalah belajar.
Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang
dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat
menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat,
motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.
b. Faktor ekstern (faktor dari luar anak) meliputi:
1). Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di
rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan
berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang
terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan
anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini
tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.
2). Faktor-faktor non- sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah
kesulitan belajar adalah faktor guru di sekolah, kemudian alat-alat
pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.
Dari beberapa faktor yang disebutkan di atas, ada beberapa lagi faktor
yang menjadi penyebab timbulnya masalah kesulitan belajar yang dikemukakan oleh
para ahli yang mencoba memahami permasalahan ini secara lebih khusus,
diantaranya:
1. Faktor Keturunan
Walaupun tidak sepenuhnya faktor keturunan berpengaruh
terhadap kesulitan belajar, tapi juga tidak sedikit orang yang dalam satu garis
keturunan memiliki kemampuan untuk membaca, menulis, dan mengeja bahkan
mengitung, serta kesulitan belajar yang sama.
2. Gangguan Fungsi Otak
Ada pendapat yang menyatakan bahwaanak yang lamban
dalam belajar mengalami gangguan dalam syaraf otaknya. Penelitian menganggap
bahwa terdapat kesamaan ciri pada perilaku anak yang mengalami kelambanan atau
kesulitan belajar dengan anak yang abormal. Hanya sajaanak yang mengalami
kelambanan belajar memiliki adanya sedikit tanda cedera pada otak. Oleh karena
itu, para ahli tidak terlalu menganggap cedera otak sebagai penyebabnya,
kecuali ahli syaraf membuktikan masalah ini. Sebenarnya sangat sulit untuk
membuktikan dan memastikan bahwa kelamban atau kesulitan belajar itu disebabkan
cedera otak.
3. Pengorganisasian Berpikir
Siswa yang mengalami kelambanan atau kesulitan belajar
akan mengalami kesulitan dalam menerima penjelasan tentang pelajaran. Slah satu
penyebabnya adalah mereka tidak mampu mengorganisasikan cara berpikirnya secara
baik dan sistematis. Misalnya
anak yang sulit membaca akan sulit pula merasakan atau menyimpulkan apa yang
dilihatnya. Para ahli berpendapat bahwa mereka perlu dilatih berulang-ulang
dengan tujuan meningkatkan daya belajarnya.
4.
Kekurangan Gizi
Ada
kaitan yang erat antara kekurangan gizi dengan kelambanan belajar, artinya
kekurangan gizi menjadi salah satu penyebab terjadinya kelambananbelajar.
Walaupun pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar, tetapi banyak bukti
menyatakan bila pada awal pertumbuhan anak sangat kekurangan gizi, keadaan itu
akan berpengaruh terhadap perkembangan syaraf utamanya sehingga menyebabkan
kurang baik dalam proses belajarnya.
5.
Faktor Lingkungan
Ada banyak faktor yang tidak menguntungkan terhadap
perkembangan mental anak, baik yang datangnya dari keluarga, sekolah, maupun
lingkungan masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa perasaan hati, tekanan
keluarga, atau kesalah pola asuh yang diterapkan pada anak. Meskipun faktor-faktor
ini dapat mempengaruhi kesulitan belajar tetapi bukan merupakan satu-satunya
faktr penyebab terjadinya kesulitan belajar. Namun yang
pasti faktor tersebut dapat mengganggu daya ingat dan daya.
Bagi para orang tua,
anak-anak adalah usia yang sangat penuh pertanyaan. Begitu pula dengan masalah
pendidikan dan kesehatan pada anak. Salah satu masalah pendidikan anak adalah
masalah kesulitan anak dalam belajar. Oleh karena itu, saya ingin sedikit mengulas tentang kesulitan anak
dalam belajar.
B. Cara
Mengenali Anak Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar
Deteksi dini bagi orang tua untuk mendeteksi anak
dalam kesulitan belajar ini bisa dimulai ketika anak usia 3 hingga 5 tahun.
Masa ini adalah proses dasar hingga akhir sekolah dasar.
1. Pendeteksian dini ini ini bisa dipantau dengan
pemantauan:
2. Perkembangan persepsi.
3. Kemampuan berbahasa.
4. Perkembangan motorik.
5. Penguasaan
diri anak.
6. Penguasaan
dalam pemusatan perhatian.
7. Kemampuan
daya tangkap (memori).
8. Perkembangan
konseptual.
Sedangkan
ciri-ciri anak yang mengalami kesulitan belajar antara lain:
1. Terlambat dalam
berbicara
2. Kosakata terbatas
3. Sulit mengikat
tali sepatu
4. Sulit mengikuti
perintah lisan
5. Sulit
berkonsentrasi
6. Mudah lupa
7. Sering kehilangan
barang
8. Sulit berinteraksi
dengan lingkungan
Untuk para
orang tua, jika menemukan kejanggalan pada putra-putri nya dalam masalah
kesulitan belajar ini maka jangan ragu untuk konsultasi kepada psikolog. Sikap
bijaksana yang diterapkan orang tua kepada anak sangat dibutuhkan dalam masa
perkembangannya. Janganlah menggunakan kekerasan dalam menghadapi masalah
kesulitan belajar pada anak.
C.
Kiat-
Kiat Mengatasi Kesulitan Belajar
1.a. Problem Kesulitan
Membaca
Anak yang memiliki
keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau
mengenali struktur kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak
diucapkan, sisipan, penggantian atau kebalikan) atau memahaminya (misalnya,
memahami fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah
bacaan). Mereka juga mengalami kesulitan lain seperti cepat melupakan apa yang
telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen bahwa kesulitan mengenali bunyi-bunyi
bahasa (fonem) merupakan dasar bagi keterlambatan kemampuan membaca, dimana
kemampuan ini penting sekali bagi pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan
tulisan yang mewakilinya.
Istilah lain yang
sering dipergunakan untuk menyebutkan keterlambatan membaca adalah disleksia.
Istilah ini sebenarnya merupakan nama bagi salh satu jenis keterlambatan
membaca saja. Semasa awal kanak-kanak, seorang anak yang menderita disleksia
mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa lisan. Selanjutnya ketika tiba
masanya untuk sekolah,anak ini mengalami kesulitan dalam mengenali dan mengeja
kata-kata, sehingga pada akhirnya mereka mengalami masalah dalam memahami
maknanya.
Disleksia
mempengaruhi 5 hingga 10 persen dari semua anak yang ada. Kondisi ini pertama
kali diketahui pada abad ke sembilan belas, dimana ketika itu disebut dengan
buta huruf (word blindness). Beberapa peneliti menemukan bahwa disleksia
cenderung mempengaruhi anak laki-laki lebih besar disbanding anak perempuan.
Tanda-tanda disleksia tidak sulit dikenali, bila seorang guru dan orangtua
cermat mengamatinya. Sebagai contoh, bila anda menunjukkan sebuah buku yang
asing pada seorang anak penderita disleksia, ia mungkin akan mengarang –ngarang
cerita berdasarkan gambar yang ia lihat tanpa berdasarkan tulisan isi buku
tersebut. Bila anda meminta anak tersebut untuk berfokus pada kata-kata dibuku
itu, ia mungkin berusaha untuk mengalihkan permintaan tersebut.. Ketika anda
menyuruh anak tersebut untuk memperhatikan kata-kata, maka kesulitan mebaca
pada anak tersebut akan terlihat jelas. beberapa kesulitan bagi anak-anak
penderita disleksia adalah sebagai berikut :
1.
Membaca dengan sangat lambat dan dengan enggan
2. Menyusuri teks pada halaman buku dengan menggunakan jari telunjuk
3. Mengabaikan suku kata, kata-kata, frase, atau bahkan baris teks.
4. Menambahkan kata-kata atau frase yang tidak ada dalam teks
5. Membalik urutan huruf atau suku kata dalam sebuah kata
6. Salah dalam melafalkan kata-kata, termasuk kata-kata yang sudah dikenal
7. Mengganti satu kata dengan kata lain, meskipun kata yang digantikan
tidak mempunyai arti dalam konteksnya.
8. Menyusun kata-kata yang tidak mempunyai arti.
9.
Mengabaikan tanda baca.
1.b. Kiat Mengatasi Problem Dysleksia
Cara yang paling sederhana, paling efektif untuk membantu
anak-anak penderita dysleksia belajar membaca dengan mengajar mereka membaca
dengan metode phonic. Idealnya anak-anak akan mempelajari phonic di sekolah
bersama guru, dan juga meluangkan waktu untuk berlatih phonic di rumah bersama
orang tua mereka.
Metode phonic ini telah terbukti berpengaruh terhadap
peningkatan kemampuan anak dalam membaca (Gittelment & Feingold, 1983). Metode
phonic ini merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan anak yang
mengalami problem dysleksia agar dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan
oleh mulut. Metode ini dapat ssudah dikemas dalam
bentuk yang beraneka ragam, baik buku, maupun software.
Bagi anda orang tua, berikut ini merupakan ide-ide yang dapat
membantu anak anda dengan phonic dan membaca:
1.
Cobalah untuk menyisihkan waktu setiap hari untuk membaca.
2.
Tundalah sesi jika anak terlalu lelah, lapar, atau mudah marah
hingga dapat memusatkan perhatian.
3.
Jangan melakukan sesuatu yang berlebih-lebihan pada saat
pertama;mulailah dengan sepuluh atau lima belas menit sehari.
4.
Tentukan tujuan yang dapat dicapai : satu hari sebanyak satu
halaman dari buku phonics atau buku bacaan mungkin cukup pada saat pertama.
5. Bersikaplah positif dan
pujilah anak anda ketika dia membaca dengan benar. Ketika dia membuat
kesalahan, bersabarlah dan bantu untuk membenarkan kesalahan. Jika dia ragu-ragu, berikan waktu sebelum anda terburu-buru memberi
bantuan.
6.
Ketika anda membaca cerita bersama-sama,
pastikan bahwa anak tidak hanya melafalkan kata-kata, tetapi merasakannya juga.
Tanyakan
pendapatnya tentang cerita atau karakter-karakter dalam cerita tersebut.
7.
Mulailah dengan membaca beberapa halaman pertama atau paragraph
dari cerita dengan suara keras untuk memancing anak. Kemudian mintalah anak
membaca terusan ceritanya untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.
8.
Variasikan aktivitas dengan meluangkan beberapa sesi untuk
melakukan permaianan kata-kata sebagai ganti aktivitas membaca, atau mintalah
anak untuk mengarang sebuah cerita, tulislah cerita tersebut, dan mintalah ia
untuk membaca kembali tulisan tersebut.
9.
Jangan membuat sesi ini sebagai pengganti kegiatan membaca
dengan suara keras pada anak anda. Jik anda selalu membacakan cerita waktu
tidur, pertahankanlah itu. Ini akan sangat membantunya mengenal buku dengan
punuh kegembiraan.
10.
Berikan hadiah padanya ketika dia melakukan sesuatu dengan
sangat baik atau ketika anda melihat perubahan yang nyata pada nilai-nilainya
di sekolah.
2.a. Problem Kesulitan Menulis (Dysgraphia)
Dalam sebuah pelatihan menjadi ahli ilmu kesehatan anak,
terdapat seorang ahli ilmu kesehatan yang bernama Stephen yang tidka pernah
menulis apapun di atas kertas. Ia menggunakan mesin ketik yang dapat dibawa
kemana-mana (portable) untuk segala sesuatu laporan pasien, catatan singkat.
Kemudian diketahui bahwa Stephen memang tidak dapat menulis secara jelas.
seberapapun ia mencoba dengan keras ia tidak dapat menulis apapun dengan jelas,
sehingga dia dan orang lain tidak dapat membaca tulisan tangannya.
Apa yang dialami Stephen merupakan
problem kesulitan menukis (disgraphya). Tentunya disgraphya ini berbeda dengan
tulisan tangan yang jelek. Tulisan tangan yang jelek biasanya tetap dapat
terbaca oleh penulisnya, dan juga dilakukan dalam waktu yang relatif sama
dengan yang menulis dengan bagus. Akan tetapi untuk dysgraphia, anak
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menulis.
Dalam menulis sesuatu kita membutuhkan penglihatan yang cukup
jelas, keterampilan motorik halus, pengetahuan tentang bahasa dan ejaan, dan
otak untuk mengkoordinasikan ide dengan mata dan tangan untuk menghasilkan
tulisan. Jika salah satu elemen tersebut
mengalami masalah maka menulis akan menjadi suatu pekerjaan yang sulit atau
tidak mungkin dilakukan.
2.b. Kiat Mengatasi Problem Dysgrapia
Untuk mengatasi problem dysgraphia ini,
sangatlah baik apabila kita belajar dari sebuah kasus anak yang mengalami
dysgraphia. Problem dysgraphia muncul pada Stephen saat sekolah dasar, ia
memiliki nilai yang bagus pada masa-masa awal, akan tetapi kemudian nilainya
jatuh dan akhirnya guru Stephen di kelas V memanggilnya, dan juga memanggil
orang tuanya. Guru tersebut meminta orang tua Stephen untuk mengajari Stephen
mengetik pada mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable). Hasilnya
nilai dan prestasi Stephen meningkat secara tajam.
Sebagian ahli merasa bahwa pendekatan
yang terbai untuk dysgraphia adalah dengan jalan mengambil jalan pintas atas
problem tersebut, yaitu dengan menggunakan teknologi untuk memberikan
kesmepatan pada anak mengerjakan pekerjaan sekolah tanpa harus bersusah payah
menulis dengan tangannya.
Ada dua bagian dalam pendekatan ini.
Anak-anak menulis karena dua alasan, pertama untuk menangkap informasi yang
mereka butuhkan untuk belajar (dengan menulis catatan) dan yang kedua untuk
menunjukkan pengetahuan mereka tentang suatu mata pelajaran (tes-tes menulis). Sebagai ganti menulis
dengan tangan, anak-anak dapat:
1.
Meminta fotokopi dari catatan-catatan guru atau meminta ijin
untuk mengkopi catatn anak lain yang memiliki tulisan tangan yang bagus; mereka
dapat mengandalkan teman tersebut danmengandalkan buku teks untuk belajar.
2.
Belajar cara mengetik dan menggunakan laptop / note book untuk
membuat catatan di rumah dan menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
3.
Menggunakan alat perekam untuk menangkap informasi saat
pelajaran sebagai ganti menulis jawaban tes dengan tangan, mereka dapat :
a.
Melakukan tes secara lisan
b. Mengerjakan tes dengan pilihan ganda.
c.
Mengerjakan tes-tes yang dibawa pulang (take – home test) atau
tes dalam kelas dengan cara menegtik.
Bila strategi-strategi di atas tidak mungkin dilakukan Karena
beberapa alasan, maka anak-anak penderita dysgraphia harus diijinkan untuk
mendapatkan waktu tambahan untuk tes-tes dan ujian tertulis.
Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan ini
memberikan perbedaan yang segera tampak pada anak. Dari pada mereka harus
bersusah payah mengusaia suatu keterampilan yang sangat sulit bagi mereka, dan
nantinya mungkin akan jarang butuhkan ketika beranjak dewasa, mereka dapat
berkonsentrasi untuk mempelajari keterampilan lain, dan dapat menunjukkan apa
yang mereka ketahui.
Hal ini membuat mereka merasa lebih baik berkenaan dengan sekolah
dan diri mereka sendiri. tidka ada alasan untuk menyangkal kesempatan bagi
seorang anak yang cerdas untuk meraih kesuksesan di sekolah. selain itu, karena
pendidikan sangatlah penting bagi masa depan anak, maka tidak sepadan resiko
membiarkan anak menjadi semakin lama semakin frustasi dan menjadi putus asa
karena pekerjaan sekolah.
3.a.
Problem Kesulitan Menghitung (Dyscalculia)
Berhitung merupakan kemampuan yang digunakan dalam kehidupan
kita sehari-hari, baik ketika membeli sesuatu, membayar rekening listrik, dan
lain sebagainya. Tidak diragukan lagi bahwa berhitung merupakan pekerjaan yang
kompleks yang di dalamnya melibatkan :
1.
membaca, menulis, dan keterampilan bahasa lainnya.
2.
kemampuan untuk membedakan ukuran-ukuran dan kuantitas relatif
dan obyektif.
3.
kemampuan untuk mengenali urutan, pola, dan kelompok.
4. ingatan jangka pendek untuk meningat elemen-elemen dari sebuah soal
matematika saat mengerjakan persamaan.
5.
kemampuan membedakan ide-ide abstrak, seperti angka-angka
negatif, atau system angka yang tidk menggunkan basis sepuluh.
Meskipun banyak masalah yang mungkin turut mempengaruhi
kemampuan untuk memahami, dan mencapai keberhaislan dalam pelajaran matematika.
Istilah ‘dyscalculia’, biasanya mengacu pada pada suatu problem khusus dalam
menghitung, atau melakukan operasi aritmatika, yaitu penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian.
Anak yang mengalami problem dyscalculia merupakan anak yang
memiliki masalah pada kemampuan menghitung. Anak tersebut tentunya belum tentu
anak yang bodoh dalam hal yang lain, hanya saja ia mengalami masalah dengan
kemampuan menghitungnya. Untuk lebih jelas mengenai gambaran anak yang
mengalami problem dyscalculia, perhatikanlah contoh kasus berikut.
Seorang anak bersama Jesica (sepuluh tahun, duduk di
kelas V) didapati mengalami masalah dengan mata pelajaran matematika. Nilai
matematika yang Jessica dapat selalu rendah, walaupun pada mata pelajaran lain,
nilainya baik. Lalu seorang guru memanggilnya, dan memberinya lembar kertas dan
pensil dan memintanya menyelesaikan soal berikut :Jones seorang petani memiliki
25 pohon apel dan tiap pohon menghasilkan 50 kilogram apel pertahun, berapa
kilogram apel yang dihaislkan Jones tiap tahun?. Ia berusaha keras menemukan
jawabannya tetapi tetap tidak bisa. Ketika guru bertanya bagaimana cara
menyelesaikan, ia menjawab, ia harus mengalikan 25 dengan 50, akan tetapi ia
tidak dapat menghitungnya. Kemudian guru memberinya kalkulator, dan kemudian ia
dapat menghitungnya. Inilah gambaran seorang anak yang mengalami problem
“dyscalculia”.
3.b. Kiat Mengatasi Anak Dengan
Dyscalculia
Seperti halnya problem kesulitan menulis
dan membaca, ada dua pendekatan yang mungkin : kita dapat menawarkan beberapa
bentuk penganganan matematika yang intensif, atau dengan mengambil jalan
pintas.
Pendekatan yang pertama, yaitu
penanganan matematika yang intensif, dapat kita lakukan dengan teknik
“individualisasi yang dibantu tim”. Pendekatan ini menggunakan pengajaran
secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini mendasari
tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda,
sehingga ada anak yang cepat menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini
mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar mengajarkannya pada
temannya yang lain yang mengalami problem dyscalculia tersebut.
Pendekatan yang kedua, yaitu jalan
pintas, sebagaimana Jessica diberikan kalkulator untuk menghitung, maka anak
dengan problem dyscalculia ini juga dapat diberikan calculator untuk
menghitung. Hal ini sederhana karena anak dengan problem dyscalculia tidka
memiliki masalah dengan kaitan antara angka, akan tetapi lebih kepada menghitung
angka-angka tersebut.
Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja
kemampuan yang dimiliki berbeda satu dengan yang lainnya. pada tingkat
pendidikan dasar berbagai kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat,
membaca, menulis, serta berhitung. Masalah yang mungkin ada pada pada salah
satu kemampuan tersebut dapat menggangu kemampuan yang lain. Dengan demikian
apa yang kita sering lakukan baik sebagai seorang orang tua, ataupun seorang
guru dengan mengatakan seorang anak yang mendapatkan nilai yang rendah merupakan
anak yang bodoh dan gagal perlu menjadi perhatian kita. Karena sebagaimana kita
ketahui bahwa mungkin saja anak hanya mengalami gangguan pada salah satu
kemampuan tadi, dan ia tidak tahu bagaimana mengatasi masalah tersebut.
Untuk itu, yang
terpenting bagi kita adalah dapat menelaah dengan baik perkembangan anak kita.
Diagnosis terhadap permasalahan sesungguhnya yang dialami anak mutlak harus
dilakukan. Dengan demikian kita akan mengetahui kesulitan belajar apa yang
dialami anak, sehingga kita dapat menentukan alternatif pilihan bantuan
bagaimana mengatasi kesulitan tersebut.
Sebagai seorang pengajar
atau pendidik maupun sebagai orang tua, sudah semestinya kita cermat dan sigap
dalam menangkap sinyal akan adanya kesulitan belajar yang dialami oleh
anak-anak kita. Sehingga kita dapat bertindak cepat untuk menemukan solusi yang
tepat dalam menangani masalah tersebut. Sebab jika dibiarkan, kesulitan belajar
yang mereka alami dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan mental
dan kejiwaan mereka.
REFERENCES
Ahmadi, Abu & Widodo, Supriyono. 2004. Psikologi Belajar.
Jakarta : Rineka Cipta
Wood, Derek et al.
Penerjemah Taniputra. 2005. Kiat Mengatasi Gangguan Belajar
(Terjemahan). Yogyakarta : Kata Hati.
Feldmen,
William. Penerjemah Sudarmaji. 2002. Mengatasi Gangguan Belajar Pada Anak.
Jakarta : Prestasi Putra.
By Aszhe.....
No comments:
Post a Comment
Leave a comment, please.......:)