Sarung Tenun Asli Samarinda adalah salah
satu ikon kota Samarinda. Produk ini bahkan telah menjadi produk unggulan dan
cinderamata khas dari Kota Tepian. Usaha pertenunanan sarung asli samarinda
merupakan salah satu komiditi urat nadi perekonomian masyarakat Kota Samarinda,
khusunya bagi masyarakat di Kecamatan Samarinda Seberang yang kemudian mendapat
julukan “Kampung Seribu Benang”. Masyarakat di daerah ini banyak ditinggali
oleh masyarakat keturunan Bugis Wajo dari Sulawesi Selatan yang telah mendiamin
kawasan ini lebih dari 350 tahun. Kecamatan Samarinda Seberang khususnya
Kelurahan Baqa dan Kelurahan Masjid adalah sentra pengrajin Sarung Tenun Asli
Samarinda. Bahkan di salah satu tempat yang bernama Gang Pertenunan dan Gang
Karya Muharram, hampir 90% penduduknya bekerja sebagai pengrajin Sarung Tenun
Asli Samarinda. Usaha ini tergolong usaha Home Industri karena masih dilakukan
secara manual dalam kisaran modal yang tidak terlalu besar dan dikerjakan oleh
orang perorang dengan modal pribadi di rumah rumah warga.
Peralatan yang
digunakan adalah ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) atau dalam bahasa Bugis disebut Bola-bola.
Kapasitas peralatan yang dipakai tidak terlalu banyak dan tidak sulit dalam
memperolehnya. Meskipun peralatan khusus ini tidak ditemukan dijual di toko
manapun, akantetapi untuk mendapatkannya bisa melalui pemesanan pembuatan.
Pemesanannya tidak bisa sembarangan. Biasanya hanya kepada tukang kayu yang
sudah berpengalaman membuat bola-bola. Kabanyakan dari mereka adalah
pengrajin khusus dari Tanah Bugis (Sulawesi Selatan).
Peralatan yang
digunakan untuk proses produksi Sarung Tenun Asli Samarinda pada umumnya
terbuat dari bahan kayu ulin yang cenderung awet dan tahan lama sehingga dapat
dipakai untuk beberapa kali proses produksi hingga berpuluh tahun. Hal ini
menyebabkan alat ini menjadi sangat efektif dan efisien.
Peralatan produksi
meliputi seperangkat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) yang terdiri dari Bola-bola,
are’, jakka, boung, kadera, paleppa’, pappatane’, pallaca’, bingka’, binreng. Dari
semua onderdil tersebut yang harus diganti tiap satu kali proses produksi
adalah binreng dan bingka’. Sedangkan onderdil seperti jakka dan are’ yang
terbuat dari besi/logam perlu diberi pelumas beberapa hari sekali agar dapat
berfungsi secara optimal. Untuk urusan estetika hanya diperlukan cat minyak
atau cat air untuk memberi sentuhan warna menarik pada ATBM.
Pengembangan
peralatan dapat diterapkan pada beberapa item saja, artinya tidak semua perlu
dikembangkan (diganti). Dikarenakan produk ini merupakan kerajinan khas daerah
yang harus tetap mempertahankan sisi kulturasi agar tidak tergeserkan oleh
perkembangan jaman. ATBM yang selam ini digunakan terbuat dari bahan kayu
tentunya tidak boleh digantikan dengan bahan logam apalagi sampai digantikan
oleh mesin. Sedangkan perangkat lain yang sedikit mengalami modifikasi adalah bulo-bulo
yang tadinya terbuat dari bambu kecil yang mudah remuk, diganti dengan
pedati dari bahan plastik keras agar tidak mudah pecah, sedangkan alat pemintal
benang manual (pappali’) kini tersedia pemintal listrik. Namun kedua
alat ini tentunya memerlukan tambahan dana lagi, sehingga belum semua pengrajin
mau beralih menggunakannya.
Lokasi usaha pada
umumnya berkonsentrasi di Kecamatan Samarinda Seberang, Kelurahan Baqa dan
Kelurahan Masjid yang biasa dikenal dengan sebutan Kampung Bugis, dan oleh
Pemkot Samarinda diberi julukan Kapung Seribu Benang. Lokasi ini juga menjadi
lokasi pemasaran. Yang artinya para konsumen yang hendak membeli hasil produksi
ini dapat langsung datang ke daerah ini melakukan transaksi secara langsung
dengan para pengrajin dan atau melalui para kollektor sebagai tangan kedua.
Tangan kedua adalah pengrajin atau non-pengrajin yang biasanya
mendatangi rumah para pengrajin membeli sarung-sarung hasil produksi dengan
harga partai kemudian membawa sarung-sarung tersebut keluar dari daerah ini ke
tempat lain seperti ke Samarinda Kota, Bontang, Pulau Jawa, Malaysia, hingga ke
Timur Tengah dan Asia Selatan. Atau sekedar membawa ke kota dan menjualnya ke
beberapa instansi seperti perkantoran dan pusat perdagangan cinderamata.
ATBM (Alat Tenu Bukan
Mesin) atau disebut Bola-bola dengan perangkat seperti are’, jakka,
boung, kadera, paleppa’, pappatane’, pallaca’, bingka’, binreng, tarofeng. Di
samping itu juga terdapat peralatan penunjang proses produksi di anataranya bulo-bulo,
jencara, rweng, tadangeng rweng, pappali’ listrik.
Bicara
masalah pengembangan usaha, pertanyaannya yang muncul adalah “Apakah usaha
pertenunan Sarung Asli Samarinda ini dapat dikembangkan?”, tentu saja
jawabannya, “Ya!”.
Alasannya,
usaha ini memiliki prospek yang sangat baik. Selain para pengrajinnya dengan
tulus terus berusaha mempertahankan kerajinan khas Suku Bugis ini, pemerintah
Kota Samarinda melalui Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota
Samarinda terus berupaya merangkul para pengrajin Sarung Tenun untuk
mengembangkan usahanya. Dukungan itu berupa pemberian pinjaman modal usaha
tanpa agunan serta pemberian bantuan modal cuma-cuma kepada para pengrajin yang
biasanya diberikan melalui acara seminar penyuluhan dan pelatihan pengembangan
usaha kecil menengah. Selain itu, Pemerintah Kota Samarinda juga memberikan
andil yang cukup besar dalam kegiatan promosi. Hal ini terlihat dari peraturan
yang digagas oleh Wali Kota Samarinda Bpk H. Sjaharie Jaang yang menginstruksikan
kepada seluruh pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah Kota Samarinda
untuk membudayakan mengenakan seragam dengan bahan atau motif dari Sarung Tenun
asli Samarinda pada hari kerja tertentu.
No comments:
Post a Comment
Leave a comment, please.......:)